Umat Islam di Indonesia berani mengeluarkan biaya besar untuk berbagai kegiatan ritual, tetapi kurang perhatian pada keperluan dana penelitian dan penulisan kembali sejarah perjuangan umat Islam Indonesia. Kelemahan ini melahirkan sejarah yang ditulis oleh "orang lain" yang hanya mendasarkan observasinya pada "jendela" kehidupan umat Islam tanpa pernah masuk dan melihat ke dalam "rumah" umat Islam.
Pernyataan kerpihatinan itu konsisten dipegang oleh Ahmad Mansur Suryanegara, sejarawan yang lebih sering berada di luar "arus utama" penulisan sejarah Indonesia. Sebagai orang yang terlibat langsung dalam berbagai pergerakan Islam, Mansur tak mau sekadar protes. Dengan biaya pribadi, bertahun-tahun ia melakukan riset, mengumpulkan bahan untuk sebuah buku "babon" yang akan banyak mengungkap sejarah pergerakan umat Islam Indonesia. Judulnya, Api Sejarah: Mahakarya Ulama dan Santri dalam Menegakkan NKRI (yang kini diterbitkan Salamadani, cetakan 2, tahun 2009).
Sebuah buku sejarah memang tak bisa ditulis instan, serampangan, dan asal comot data. Penulisan sejarah menuntut komitmen keilmuan yang tinggi, integritas yang penuh, dan dibalut moralitas yang bisa dipertanggungjawabk
Bagaimana Islam masuk ke Indonesia?
Islam masuk ke Indonesia melalui jalur niaga, dibawa oleh para usahawan. Dari alur itu, komunitas pertama yang terbentuk adalah pasar, di tepi pantai atau sungai. Pasar ini menjadi arena pertukaran urf (adat), melahirkan bahasa pasar yang dipahami bersama, dan menjadi persemaian akidah Islam. Dari pasar lalu berkembang pada kebutuhan untuk berjemaah, maka muncullah masjid. Di sekitar masjid lalu terbentuk madrasah dan pesantren. Masjid pun menjadi pusat kegiatan umat, mulai dari beribadah, belajar, dan berekonomi. Dari masjid itulah api Islam menyala dan terus dikobarkan. Masjid menjadi sumber api Islam. Kelak setelah kekuatan umat kuat, lahirlah kekuatan politik dan berdirilah pendopo kabupaten atau keraton. Jadi, tiga kekuatan pasar-masjid-
Mengapa fungsi masjid itu kemudian menurun?
Karena umat Islam terdesak dari pusat-pusat perniagaan. Oleh VOC mereka didesak dari tepi pantai dan sungai, masuk jauh ke pedalaman. Maka, pesantren-pesantren kemudian berada di pedalaman. Lalu oleh pemerintah Hindia Belanda, setelah berada di pedalaman, mereka dipaksa melakukan kerja paksa, kuli kontrak, dan bentuk intimidasi lain. Kelak menjelang awal kemerdekaan, hampir semua tokoh nasional adalah produk pendidikan Belanda. Beruntung kita memiliki sejumlah tokoh nasional dari kalangan ulama yang mampu berdaya tawar dengan para tokoh itu, seperti Wachid Hasjim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, dan Mr. T. Mohammad Hasan. Tokoh Islam seperti merekalah yang memberikan warna keislaman pada pembukaan dan isi konstitusi kita, mengimbangi universalitas Barat yang ditawarkan tokoh seperti Hatta dan Soepomo. Lalu seiring dengan menguatnya gerakan komunis, perhatian kepada masjid kian berkurang. Di sisi lain, pengaruh arsitektur Barat pada
pembangunan masjid masih sangat kuat, misalnya penggunaan kusen yang berbentuk palang seperti palang salib.
Bagaimana contohnya di Jawa Barat?
Pembangunan Masjid Agung Bandung itu contoh yang menarik. Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan pembangunannya, tetapi berbagai cara dilakukan agar kekhusyukan beribadah terganggu. Tak jauh dari masjid, di sebelah timur Alun-alun, dibangun bioskop agar umat lupa berjemaah. Kalau bulan Puasa di Alun-alun ada pasar malam, jadi umat lupa bertarawih dan bertadarus. Sampai kini, tak jauh dari masjid dengan mudah bisa didapatkan VCD/DVD bajakan yang macam-macam isinya itu. Jadi sampai sekarang, sulit sekali untuk bisa khusyuk di masjid Bandung itu.
Kapan perhatian terhadap masjid itu menguat lagi?
Setelah peristiwa G 30 S 1965. Atas saran K.H. E.Z. Muttaqin, Pak Harto membentuk Yayasan Amal Muslim Pancasila (YAMP). Masjid-masjid YAMP memulai pemakaian kusen tanpa bentuk palang dan mengambil model arsitektur lokal. Setelah masjid berkembang kembali, mulailah dipikirkan suatu perbankan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi umat yang berada di seputar masjid itu. Maka, lahirlah Bank Muamalah. Dari sini lalu berkembang lagi menjadi bank syariah. Jangan lupa, kebangkitan ini diawali dari meningkatnya pengelolaan masjid oleh umat.
Lalu muncullah masjid di berbagai tempat termasuk di pompa bensin?
Ya, itu harus kita syukuri. Kita perlu mengapresiasi H. Ma`soem yang memelopori musala di SPBU yang dikelolanya. Pada awalnya hal itu ditentang oleh Pertamina. Sekarang, kalau musala atau masjidnya tidak bagus, sebuah SPBU akan ditinggal pembeli.
**
Sebagai sejarawan, Mansur mengaku mencintai semua umat Islam dari berbagai ormas. Dia merasa telah belajar soal bid`ah dari Persis sehingga bisa berhati-hati dalam menerima semua ajaran. Belajar berorganisasi dari Muhammadiyah sampai ikut mendirikan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Dan, dari ulama tasawuf berkultur NU ia mendapat bimbingan bagaimana mendekatkan diri kepada Allah. Menurut Mansur, kekurangan umat Islam adalah kemauan untuk latihan pribadi (mujahadah) untuk mendekatkan diri kepada Allah. "Mereka tahu, mengerti, tapi belum mau mengamalkan,
sehingga saya cinta Islam dan hal-hal yang bersifat kebudayaan," ucapnya dengan jujur.
Kalau mengikuti keterangan Anda, umat Islam Indonesia itu maju pesat, ya?
Memang iya. Hanya masalahnya kita berhadapan dengan kampanye keburukan Asia-Afrika yang sangat gencar dikembangkan Barat. Kalau kita cermati bukunya Anthony Smith, The Geopolitics of Information, tergambar cukup jelas. Sekalipun banyak kemajuannya, kita yang Asia ini dianggap selalu kurang. Sebaliknya sekalipun kejahatan terus berlangsung di Barat, kita yang di Asia dipaksa memaklumi semuanya dan Barat tetaplah dianggap ideal.
Apa saja kemajuan bangsa Indonesia ini menurut Anda?
Setiap tahun jutaan kendaraan bermotor dibeli oleh orang Indonesia. Mobil mewah tak pernah kekurangan pembeli. Setiap produk otomotif baru mucul, daftar pemesanan selalu panjang. Jemaah haji terbesar itu dari negara kita. Itu semua kan kemampuan daya beli yang kuat. Akumulasi keuangan yang sangat besar. Setiap menjelang Lebaran, arus uang mengalir deras ke berbagai pelosok negeri dibawa jutaan pemudik. Lalu perbankan syariah menjadi tren, setiap bank konvensional sekarang ikut memberikan layanan syariah. Mengapa itu tidak dilihat sebagai kemajuan? Kalau melihat kekurangan, semua negara juga punya kekurangan. Sejak awal kita tidak pernah bermasalah dengan saudara kita dari Irian, tetapi di Amerika dan Eropa, rasisme itu masih dirasakan hingga sekarang. Sekalipun begitu, tetap saja kita yang dianggap kurang dan melanggar HAM. Akhirnya, kita juga jadi merasa selalu kurang dalam segala hal.
Apakah kita harus mengubah cara pandang terhadap bangsa sendiri?
Benar. Kita jangan terjebak dalam kampanye keburukan Asia yang dikembangkan Barat, yang sayangnya, ikut dikampanyekan oleh intelektual kita juga. Lebih baik kita syukuri perkembangan yang ada dengan mengembangkan toleransi antarsesama warga bangsa.
Penjelasan Anda sangat optimis dengan masa depan Indonesia, ya?
Saya selalu optimistis. Kita merdeka pada Jumat Legi, 17 Agustus 1945, bertepatan dengan 9 Ramadan 1364 H. Kemerdekaan bangsa ini kita raih berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa. Jangan sampai kita abaikan kenyataan itu. (Iip D. Yahya) ***
http://www.pikiran-
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar