Astronom-astronom Muslim
Hidayatullah.
objek kajian umat Islam. Melalui kajian ilmu ini kaum Muslimin mampu
mengurai misteri benda-benda langit dan memberikan sumbangan berharga
bagi dunia.
Perhatian terhadap astronomi telah melahirkan astronom-astronom Muslim
yang berpengaruh besar pada tingkat dunia. Berikut tujuh astronom di
antaranya, yang banyak menjadi rujukan para ilmuwan, baik Muslim
maupun non-Muslim.
1. Al-Farghani
Nama lengkapnya Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani.
Ia lahir di Farghana, sebuah kota di tepi sungai Sardania, Uzbekistan.
Para ilmuwan Barat pada abad pertengahan memanggilnya dengan sebutan
Al-Fraganus.
Al-Farghana hidup pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun pada abad
ke-9 Masehi. Pada masa itu, pemerintah memang memberikan dukungan bagi
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk kajian
astronomi. Bahkan Khalifah membangun sebuah lembaga kajian yang
disebut Akademi Al-Ma'mun. Al-Farghani merupakan salah satu ilmuwan
yang direkrut untuk bergabung dalam akademi tersebut.
Di akademi itu, Al-Farghani melakukan eksperimen untuk menentukan
diameter bumi. Ia menjabarkan pula jarak dan diameter planet-planet
lainnya. Astronom ini juga memperkenalkan istilah-istilah dari bahasa
Arab asli seperti azimuth, zenith, nadir, dan sebagainya.
Al-Farghani menulis dua karya yang masyhur. Salah satunya adalah Fi
al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum. Buku tersebut mengupas
gerakan celestial dan kajian atas bintang. Naskah asli berbahasa Arab
kedua buku itu sampai saat ini masih tersimpan di Paris (Prancis) dan
Berlin (Jerman).
Pada abad ke-12 M, karya Al-Farghani telah diterjemahkan dengan judul
The Elements of Astronomy. Terjemahan ini telah memberi pengaruh besar
bagi perkembangan astronomi di Eropa sebelum masa Regiomontanus.
2. Ibnu Rusta
Nama lengkapnya Abu Ali Ahmad bin Umar bin Rusta. Ia seorang astronom
yang teorinya selalu berlandaskan pada Al-Qur`an.
Bukunya yang terkenal adalah Al-A'lak an-Nafisah yang ditulis antara
tahun 903 hingga 913 M. Buku ini diperbaharui oleh De Goeje (Leiden)
tahun 1892 M.
Buku karya Ibnu Rusta tersebut menjelaskan berbagai macam disiplin
ilmu, di antaranya matematika, geografi, dan sejarah. Bab-bab awal
berisi sfera-sfera langit, tanda-tanda zodiak, planet-planet, posisi
planet bumi di alam semesta, serta bentuk, ukuran, dan sferisitasnya.
Ibnu Rusta berusaha membedakan secara sistematis antara geografis
matematis dan geografis astronomis. Ia bahkan berusaha membahas secara
ringkas sumber-sumber ilmu pengetahuan, berbagai macam tinjauan, serta
teori-teori astronomi Arab, Yunani, dan India. Pandangan-pandangan
para astronom tentang rotasi termasuk pula di dalamnya.
Dalam buku tersebut, setelah kata pengantar, Ibnu Rusta menambahkan
deskripsi kota Mekah dan Madinah. Ilmuwan ini banyak mengutip
ayat-ayat Al-Qur`an untuk memperkuat pandangan-pandangan ilmiahnya.
3. Ibnu Iraq
Bernama lengkap Abu Nasr Mansur bin Ali Ibnu Iraq. Ia dikenal sebagai
astronom dan ahli matematika terkemuka sekitar tahun 1000 M. Riwayat
hidupnya ditulis dalam kitab Al-Amir dan Mawla Amir al-Mu'minin.
Ada kurang lebih 15 naskah tentang matematika dan astronomi yang
ditulis olehnya. Ia dipuji para ilmuwan karena metode temuannya dalam
menentukan titik apooge, yaitu titik terjauh dari bumi saat beredar
mengelilingi matahari, yang selalu berubah-ubah pada ekliptika (orbit
dimana matahari kelihatan bergerak).
4. Jabir bin Aflah
Nama Jabir bin Aflah sering dikacaukan dengan tokoh Jabir Ibnu Hayyan,
seorang ahli kimia abad ke 8 M. Keduanya memiliki nama Latin yang
sama, yaitu Geber. Padahal Jabir Aflah atau Muhammad Jabir bin Aflah
adalah astronom pada abad pertengahan. Dia berasal dari Serville.
Jabir bin Aflah adalah astronom Muslim pertama di Eropa yang membangun
observatorium Giralda. Observatorium ini terletak di kota
kelahirannya, Serville.
Adapun karya astronominya antara lain buku berjudul The Book of
Astronomy. Salinan buku ini sampai sekarang masih tersimpan di Berlin.
Dalam buku tersebut, Jabir dengan tajam mengkritik beberapa pandangan
dan pikiran astronom Ptolemaneus, terutama pendapat yang menegaskan
bahwa planet-planet yang paling dekat dengan matahari--merkurius dan
venus--tidak mempunyai nilai parallax, yaitu perubahan kedudukan suatu
benda karena perpindahan tempat pengamatan. Jabir sendiri memberi
nilai parallax sekitar 3 derajat untuk matahari. Juga menyatakan bahwa
planet-planet lebih dekat dengan bumi daripada dengan matahari.
Buku karya Jabir ini juga menjelaskan trigonometri secara khusus dalam satu bab.
5. Al-Bitriji
Ia adalah astronom Arab-Spanyol. Teori astronominya yang sangat
kesohor hingga saat ini adalah gerak spiral. Teori ini menjadi sumber
paham Aristotelianisme yang diprakarsai oleh Ibnu Bajjah, gurunya,
serta astronom Jabir bin Aflah.
Teori gerak spiral dihasilkan dari formulasi simplicus (abad ke-6 H).
Menurut teori ini, sfera-sfera langit berputar di sekeliling
sumbu-sumbu yang berbeda sehingga akan menghasilkan pergerakan
berbentuk spiral. Teori ini secara panjang lebar dijelaskan dalam buku
berjudul Fil al-Haya.
6. Ibnu Saffar
Ibnu Saffar adalah ahli matematika dan astronomi berkebangsaan
Spanyol. Ia telah menulis sejumlah tabel astronomis dengan metode
Sindhid. Karya tersebut tidak kalah mutunya dibanding risalah lain
yang dikarangnya tentang penggunaan astrolabe.
Sayang, beberapa bagian dari tabel astronomis yang ditulis dalam
bahasa Arab hanya sedikit yang bertahan dalam bahasa aslinya. Sedang
buku yang menceritakan tentang penggunaan astrolabe telah diedit oleh
astronom JM Millas Vallicrosa. Naskahnya telah ditulis dalam dua versi
bahasa Latin.
Astrolabe adalah nama beberapa peralatan astronomi yang biasa
digunakan untuk tujuan-tujuan teoritis dan praktis. Misalnya alat
peraga dan alat penentu waktu yang tepat secara grafis setiap hari.
7. Al-Khwarizmi
Nama lengkapnya Abu Abdullah Mohammad Ibnu Musa Al-Khwarizmi. Ia lahir
pada tahun 770 M di Khwarizm (Kheva), sebuah kota di selatan sungai
Oxus (sekarang Uzbekistan) dan meninggal pada tahun 847 M.
Ia ilmuwan pertama yang berhasil membuat kriteria visibilitas hilal
yang digunakan untuk menentukan masuknya bulan Ramadhan. Kriteria ini
kemudian disempurnakan oleh ilmuwan Muslim generasi berikutnya bernama
Maslama ibn Ahmad al-Majriti. Sedang Ibn Ishaq al-Tunisi (dari
Tunisia), juga astronom Muslim, berhasil pula menemukan kriteria
visibilitas hilal yang tak jauh berbeda dengan pendapat Al-Khwarizmi
pada awal abad ke-13.
Al-Khwarizmi juga dikenal sebagai ilmuwan pertama yang memperkenalkan
konsep algoritma dalam matematika, yaitu metoda berpikir sistematis
yang banyak digunakan dalam bidang ilmu komputer. Nama Al-Khawarizmi
dikenal di Eropa dengan sebutan Algorizm, cikal bakal nama algoritma.
[W Murtiningsih/
http://www.hidayatu
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar