Dirham Solusi Hapus Kemiskinan
Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
Tujuan ditegakkannya al wilayah (pemerintahan) adalah untuk menyejahterakan rakyat.
Dirham Perak WINDan setiap waliyul amri (pemimpin) bertugas menciptakan kesejahteraan rakyatnya melalui kebijakan yang diambilnya. Rasulullah SAW, bersabda, "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam yang memerintah manusia adalah pemimpin, dan ia akan ditanya tentang rakyatnya." ( HR. Bukhari 893 dan Muslim 4828 ).
Sejarah mencatat, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1 Hijriah, beliau menetapkan suatu tempat untuk didirikan Masjid (Masjid Nabawi) dan pada hari itu pula ditegakkanlah Shalat Jum'at yang pertama kali. Bersama dengan Abu Bakar RA dan Ali bin Abi Thalib RA, untuk pertama kalinya Rasul SAW mendirikan wilayah di sana, dengan luas wilayah pemerintahan yang kecil ( seluas Rukun Tetangga, dalam konteks kita saat ini).
Kebijakan pertama Rasulullah SAW adalah menegakkan Amal Ta'awun (tolong menolong), yaitu mempersaudarakan kaum muslimin antara kaum Anshar dengan kaum Muhajirin. Kebijakan kedua Rasulullah SAW adalah mendirikan pasar Baqi al Zubair. Dan kebijakan ketiga Rasulullah SAW adalah menetapkan timbangan dan takaran, serta menetapkan standar Dirham dan Dinar. Ketiga kebijakan ini adalah pondasi utama Rasulullah SAW menegakkan al wilayah, dalam �amal muamalat yang haq. Maka secara otomatis (de facto) Amal Muamalat yang tidak berdiri di atas tiga pondasi ini adalah perbuatan bid'ah dholala (hal baru dan sesat).
Sebagai pemimpin, Rasulullah SAW menganjurkan kaum muslim untuk bekerja sesuai dengan keahliannya masing-masing, Beliau menyarankan hendaknya tiap-tiap muslim selayaknya dapat memperoleh 1 Dirham dalam sehari. Apabila kurang dari 1 Dirham, maka tidak dapat mencukupi belanja sembako untuk menopang hidup, yang kalau hal ini terjadi secara terus menerus maka ia tergolong kaum dhuafa. Pada masa ini Rasulullah SAW mengembangkan dua sektor usaha untuk mendongkrak perekonomian Madinah, yaitu sektor perdagangan dan sektor pertanian seperti yang digambarkan oleh Abu Hurairah RA: "Sesungguhnya saudara-saudara kita dari kalangan Muhajirin sibuk mengurusi perdagangan mereka di pasar, dan saudara-saudara kita dari kalangan Anshar sibuk mengelola harta mereka, yakni sibuk bercocok tanam" (Dalam riwayat Muslim dan riwayat Ibnu Sa'ad tertera: mereka sibuk mengelola tanah mereka). Sedangkan mata uang yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW pada bulan ke 8 tahun 1 Hijriah, adalah: Dinar cetakan Hiraklius untuk 1 mitsqal Dinar Islam (1 Dinar) dan Dirham Nabawi 14 qirat.
Beliau bersabda, "Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah, dan Takaran adalah takaran penduduk Madinah." ( HR. Abu Daud 3340, Nasai 2299 ). Al Khattabi berkata: "Penduduk Madinah menggunakan bilangan untuk menghitung Dirham" ( seperti koin token ) ketika Rasulullah SAW tiba di sana. Bukti yang memperkuat pendapat itu pada riwayat Burairah RA dari Aisyah RA, Aisyah RA berkata : 'Apabila keluargamu ( keluarga Burairah ) ingin aku menghitung ( dirham ) untuk mereka satu hitungan, aku lakukan.' Maksud Aisyah RA adalah Dirham sebagai harga, lalu Rasulullah SAW memberi petunjuk untuk menggunakan timbangan dan standarnya adalah timbangan penduduk Mekkah"*).
Sebab munculnya perintah itu adalah perbedaan ukuran sejumlah Dirham Persia (Sasanid) yaitu koin 20 qirat, koin 12 qirat dan koin 10 qirat. Lalu Rasulullah SAW menghitung sebagai berikut : 20 + 12 + 10 = 42/3 = 14 qirat, sama dengan 6 daniq. Inilah standar Dirham yang shahih untuk muamalat. Di mana tiap muslim yang mendapat 1 Dirham per hari/kepala, maka ia terbebas dari kemiskinan. Dan bila seorang muslim memiliki harta yang mudah dijual (likuid ) senilai lebih dari 40 Dirham, maka ia tidak layak mendapatkan santunan shadaqoh ( lihat al Muwatta ).
Lalu pada tahun ke 2 Hijriah sesudah perang Badar, Rasulullah SAW menetapkan zakat individu sebesar 1 sha' makanan untuk tiap muslim, dari bayi hingga tua renta. Kemudian ditetapkan zakat mal untuk tiap-tiap 20 Dinar dan 200 Dirham yang dimiliki dalam satu tahun (haul), dengan zakat sebesar 1/40 atau 2,5 %. Demikian pula zakat ternak serta zakat buah dan biji-bijian kemudian ditetapkan.
Pada tahun ke 4 Hijriah, Rasulullah SAW menegakkan waqaf yaitu amal shadaqoh jariah, yang pahalanya tidak terputus meski si waqif meninggal dunia. Waqaf yang ditegakkan adalah waqaf ekonomi produktif, Beliau mewaqafkan tujuh lahan kebun kurmanya di Madinah untuk dimanfaatkan hasilnya oleh para dhuafa yang mengelola. Sehingga di antara mereka ada yang mampu membayar zakat mal pada tahun 9 Hijriah. Karena tak sepatutnya dhuafa dibiarkan menjadi dhuafa terus tanpa ada muslim yang mau membantu merubah nasib mereka.
KESIMPULAN :
1. Rasulullah SAW tidak mengajarkan (tidak suka) amal ibadah yang sifatnya seremonial, seperti: membangun masjid-masjid megah sementara dhuafa di sekitarnya dibiarkan merana secara terus menerus menjadi dhuafa dari generasi ke generasi. Untuk anak yatim solusinya adalah dengan mengadopsi mereka bukan membuat panti asuhan.
2. Muamalat yang haq adalah :
1. Saling tolong menolong ( ta'awun).
2. Menegakkan pasar yang syar'i dengan takaran dan timbangan yang jujur (adil).
3. Mata uang yang halal adalah Dinar takrir 1 mitsqal de facto koin Dinar Hiraklius (dinar 22 karat seberat 4,25 g).
4. Dirham timbangan Rasulullah SAW seberat 14 qirat perak murni. (Standar Khalifah Umar Ibnu Khattab RA, 20 Hijriah ).
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar