Selasa, 04 November 2008

[daarut-tauhiid] Bukan Pernikahan Biasa

Bukan Pernikahan Biasa


oleh Cahaya Khairani

--------


"Keberhasilan dakwah seorang aktifis salah satunya dapat dilihat dari bagaimana ia menikah"

Tidak sedikit mereka yang disebut atau menyebut dirinya sebagai
aktifis dakwah, lantang menyerukan syariat islam, gigih menjaga adab
pergaulan dan ketat dalam menutup aurat kemudian menjadi luntur
seketika saat mereka melakukan pernikahan. Acara pernikahan menjadi
momen yang membolehkan hal-hal yang semula dipegang teguh oleh para
aktifis dakwah, seperti tidak ikhtilat dan tidak tabarruj (bagi
akhawat).

Pengalaman saya menghadiri undangan walimah para aktifis dakwah,
sangat sedikit sekali dari mereka yang tetap menjaga atau memegang
teguh apa yang mereka dakwahkan.
Tiba-tiba di atas pelaminan mereka
menjadi sosok yang sangat berbeda, bukan sosok aktifis dakwah yang
sehari-hari saya kenal. Sosok aktifis yang tidak mengenal tabarruj,
pada hari pernikahan justru berdandan dengan sangat berlebihan, muka
dibedaki sebanyak 5 lapisan, pipi, bibir dan kelopak mata diberi
warna-warna mencolok, alis dicukur dan tidak ketinggalan bulu mata
palsu. Tidak hanya tabarruj, jilbab yang semula selalu lebar dengan
pakaian yang menutup rapat seluruh aurat tiba-tiba saat pernikahan
berubah menjadi jilbab minimalis dengan pakaian pengantin (umumnya
kebaya) ketat menonjolkan aurat yang sebelumnya tertutup rapat.

Bahkan ada seorang ukhti yang saya kenal sebagai pentolan aktifis
dakwah kampus, memegang segudang amanah dan mempunyai banyak binaan
membiarkan wajah dan tubuhnya didandani oleh perias Waria yang
sejatinya adalah laki-laki. Lebih parah lagi, seorang teman saya
bercerita ada seorang ukhti yang membuka jilbabnya saat ia menikah.
Seorang ustadz juga pernah bercerita ketika beliau menghadiri walimah
pasangan aktifis, pengantin perempuan menggunakan jilbab berwarna hitam
yang dimasukkan ke bajunya sehingga yang tampak hanya bentuk kepalanya,
kemudian di atas jilbab hitam itu dililitkan ronce melati sehingga
tampak seperti tidak menggunakan jilbab.

Dalam mengatur tamu pun sebagian para pengantin aktifis ini tidak
memisahkan antara tamu lelaki dengan tamu perempuan seperti yang mereka
lakukan ketika mengadakan acara-acara pengajian, rapat, seminar ataupun
demonstrasi. Hari pernikahan seolah menjadi dispensasi untuk
membolehkan apa yang tidak boleh, toh sekali seumur hidup.

Sungguh amat sangat disayangkan. Padahal bila kita menyadari, momen
pernikahan adalah juga merupakan syiar islam yang seharusnya ditegakkan
oleh mereka para aktifis dakwah. Acara pernikahan yang dilaksanakan
secara syar'i sesungguhnya dapat menjadi teladan bagi para tamu
undangan yang hadir pada saat itu. Pernikahan seorang aktifis dakwah
seharusnya bukan pernikahan biasa. Saya sangat menyesalkan bila proses
menuju pernikahan yang telah dilakukan dengan begitu islami dari
ta'aruf kemudian khitbah, pada akhirnya hanya menjadi sebuah acara
pernikahan biasa layaknya pernikahan masyarakat pada umumnya, padahal
hanya kurang satu langkah lagi menuju sempurna.

Bila bukan para aktifis dakwah yang mengenalkan tata cara pernikahan
secara islami melalui acara pernikahan mereka kepada masyarakat, lalu
siapa lagi…?

Permasalahan yang sering terjadi dikalangan aktifis adalah terlalu
sibuknya mereka dengan begitu banyak agenda dakwah sehingga tidak punya
waktu untuk melakukan pendekatan pada keluarga akan hal ini, bahkan
tidak sedikit yang melakukan pemberitahuan secara mendadak pada orang
tua bila mereka ingin menikah tanpa memberikan pembelajaran sebelumnya
mengenai bagaimana tata cara pernikahan dalam islam sejak ta'aruf,
khitbah, hingga acara pernikahan itu sendiri. Sehingga dapat dipastikan
keluarga akan menolak mentah-mentah bila tata cara pernikahan berbeda
dengan apa yang telah umum di masyarakat, akibatnya mereka akan memaksa
sang anak melakukan seperti apa yang mereka kehendaki. Oleh karena itu
hendaknya para aktifis ketika memutuskan menikah tidak hanya
mempersiapkan diri mereka secara lahiriah dan batiniah akan tetapi juga
mempersiapkan keluarga mereka terutama kedua orang tua.jauh-jauh hari
sebelumnya.Bukankah berdakwah pada keluarga juga merupakan kewajiban ?
Walaupun banyak juga diantara aktifis yang telah berjuang keras
melakukan berbagai pendekatan, berdakwah pada keluarga dengan sekuat
tenaga namun belum (bukan tidak) berhasil dalam dakwahnya, kemudian mau
tidak mau harus mematuhi keinginan orang tua dalam hal pernikahan, yang
demikian ini lebih baik dalam pandangan Allah daripada mereka yang
hanya pasrah dan tanpa penyesalan menikmati tiap detik acara pernikahan
yang sesungguhnya mereka ketahui adanya ketidakbenaran di dalamnya.

sumber:eramuslim.com
---------
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: