Dua Muslimah, "Berjuang" Melalui Kartun
Sunday, 13 December 2009 09:28
Kartun bukan sekedar alat untuk membuat orang tertawa, tapi ia juga
bisa menjadi alat perjuangan, menyuarakan kabar duka dan derita sebuah
masyarakat yang tertindas
Hidayatullah.
telah berada dalam kungkungan tangan penjajah. Dua orang suaminya yang
ikut berjuang untuk kebebasan tanah air mereka, bahkan harus gugur
akibat kekejaman tentara Zionis Israel.
Hidup adalah perjuangan dan tidak sepatutnya diam jika melihat
penindasan berlangsung terus di depan mata. Semangat perjuangan harus
tetap dikobarkan, walaupun dengan pena gambar. Setidaknya demikian
bagi dua orang kartunis wanita Muslim di Palestina dan Pakistan.
Saya kira sangat sedikit orang Barat yang tahu tentang wanita Muslim
yang menjadi artis kreatif secara umum. Kebanyakan dari mereka
mengindentikkan wanita Muslim sebagai hasil daur ulang kepala-kepala
berita di media Barat, yang melukiskan gambar suram wanita-wanita
tertindas yang kebebasannya dibajak oleh kaum lelaki dan peran mereka
dibatasi hanya untuk mengasuh anak dan memasak. Pandangan tersebut
cocok bagi media Barat, karena gambaran semacam itu dihasilkan untuk
menjustifikasi agresi dan campur tangan (Barat) ke sejumlah negara
Muslim. Meskipun ada sebagian cerita yang benar, tapi tidak banyak
yang mau bersusah payah mencari tahu seberapa benar cerita itu.
Demikian tulis Iqbal Tamimi, seorang jurnalis wanita Palestina yang
bermukim di Inggris.
***
Omayya Joha adalah seorang kartunis ternama di Timur Tengah, ia orang
Palestina dan wanita Arab pertama yang menjadi kartunis politik yang
bekerja untuk sebuah surat kabar. Dan yang pertama kali mendirikan
bisnis kartunnya sendiri, Joha Toon.
Joha lahir di Gaza pada 2 Februari 1972. Ia lulus dari jurusan
matematika di Universitas Al-Azhar Mesir pada tahun 1995 dengan
predikat tertinggi. Ia anggota Dewan Kesenian Naji Al-Ali. Al-Ali
adalah kartunis Palestina yang telah menggambar 40.000 kartun politik
dan menciptakan karakter Hanthala (Hanzala atau Handala), seorang
bocah Palestina bertelanjang kaki yang posisinya selalu membelakangi
dan tidak pernah kelihatan wajahnya, karena bocah itu senantiasa
mengamati keadaan di sekelilingnya. Ali dibunuh pada tahun 1987 di
London dan hingga kini kasus pembunuhannya belum terungkap.
Karya Joha bisa dibilang perpaduan antara politik dan jurnalisme yang
merefleksikan kenyataan pahit dari perjuangan hidup para pengungsi dan
rakyat Palestina. Sebuah realita yang sangat ia pahami.
"Saya di lahirkan di Gaza tahun 1972, tapi saya merupakan bagian dari
keluarga pengungsi dari Al-Muharaka, salah satu desa Palestina yang
diserang Israel saat penyerbuan tentara Zionis tahun 1948," katanya.
"Keluarga kami tercerai-berai. Ayah saya sangat jauh, dan ibu terkubur
segudang tanggung jawab. Saya merekam penderitaan hidup itu dengan
pena, bahkan sejak sebelum saya bersekolah."
Joha sangat baik dalam menunjukkan kreativitasnya, sehingga ia
berhasil memenangkan penghargaan jurnalistik Arab tahun 2001, sebuah
arena sangat kompetitif yang didominasi kaum Adam.
Sentuhan berbeda
Kartunis wanita Muslim lainnya adalah Nigar Nazar, wanita Pakistan
yang menciptakan karakter Gogi, yang dipakai guna mengekspresikan
pandangannya dalam berbagai bidang, mulai dari chauvinisme pria hingga
bom bunuh diri. Gogi dipilih Nazar sebagai tokoh utama kartunnya
dengan menggambar seorang wanita Muslim modern yang mengenakan pakaian
khas Pakistan bermotif polka dot, dengan bulu mata lentik dan potongan
rambut pendek.
Hal itu agak berbeda dengan Joha yang memilih untuk menggambarkan
banyak kepribadian orang di masyarakatnya, dan tidak memfokuskan diri
pada karakter wanita untuk mengekspresikan pandangannya tentang
penjajahan Israel yang telah menjadikan semua wanita, pria dan
anak-anak dari berbagai kelompok usia menderita. Joha sendiri adalah
korban dari agresi Israel yang menyerang Gaza. Suami pertamanya mati
ditembak oleh Israel dan suami keduanya harus menghembuskan nafas
terakhir dalam keadaan tidak mendapatkan pertolongan medis akibat
blokade Israel.
Ada sentuhan kesedihan yang mendalam dan perasaan tertekan dalam
setiap gambar yang dibuat Joha. Subyek kartunnya adalah para
pengungsi, orang-orang Palestina yang tertindas, para tahanan, rasa
putus asa dan kepedihan mendalam serta kritik terhadap masyarakat
internasional atas sikap hipokrit mereka dalam masalah Palestina.
Sebagaimana ia mengekspresikan kemarahannya terhadap sikap masyarakat
Barat, ia juga mengekspresikan hal yang sama terhadap para pemimpin
Arab yang membiarkan orang-orang Palestina terpuruk.
Di sisi lain, karya Nazar menunjukkan nafas humor wanita di dalam
sebuah masyarakat yang didominasi kaum pria, di mana ia mencari
kebebasan sosial. Negara Nazar tidak sedang dijajah, tapi Pakistan
didominasi oleh para pria, buta huruf mewabah dalam masyarakat dan
sepertinya radikalisasi sebagian pemuda sedang terjadi. Lewat
karyanya, Nazar berupaya menaklukkan keangkuhan dalam masyarakat yang
sepertinya menjadi musuh dalam selimut.
Nazar yang hidup di Islamabad, pernah mengajar di Colorado College
selama beberapa waktu, sambil berharap ia bisa membantu orang-orang
Amerika yang menurutnya memiliki persepsi dimensi tunggal terhadap
masyarakat dan kebudayaan Islam. Sementara Joha yang lahir pada masa
penjajahan, tidak bisa pergi ke luar negeri karena hidup di bawah
kepungan Israel. Ia berharap bisa berbagi pengalaman di tingkat
internasional, tapi meskipun ia seorang kartunis wanita terkenal di
Timur Tengah, ia tidak dapat menghadiri banyak undangan.
Nazar, yang ayahnya bekerja sebagai diplomat di luar negeri ketika ia
masih kanak-kanak, selama beberapa tahun tinggal di Amerika. Gogi,
tokoh kartun buatannya, terbit pertama kali sebagai serial komik di
harian The Sun pada tahun 1970 di Pakistan. Ketika itu ia berusia 22
tahun dan juga bekerja sebagai animator di Karachi Television.
Kemudian ia menjadi pekerja lepas untuk The Herald yang terbit setiap
bulan, sebelum akhirnya menerbitkan buku kartun Gogi pada tahun 1975.
Joha memulai karirnya sebagai seorang guru selama 3 tahun, lalu
mengundurkan diri untuk lebih menekuni pekerjaan sebagai seorang
kartunis. Ia bekerja untuk koran Al-Risalah sejak tahun 1997, untuk
Al-Quds dari tahun 1999 hingga 2002, dan sejak Februari 2002 ia
bekerja untuk Al-Hayat Al-Jadeeda di samping untuk koran Al-Raya di
Qatar.
"Sejak sekolah menengah saya mulai membaca surat kabar, dan tentu saja
kartun di halaman belakang Al-Quds, koran yang saya baca setiap hari,"
cerita Joha. "Saya melihat hasil gambar para artis, Naji Al-Ali dan
Mahmoud Khail, dan sangat terkesan dengan karya mereka meskipun saya
masih sangat muda."
Di dunia Arab, kartunis editorial dianggap sebagai jurnalis sekaligus
pekerja seni. Ketika masih di Al-Quds, Joha adalah satu-satunya wanita
di antara 12 kartunis yang bekerja untuk koran yang terbit di Tepi
Barat dan Gaza tersebut.
Sindiran
Tokoh Gogi menyajikan humor yang lembut, tapi sebagian orang mungkin
akan salah mengartikan selera humornya, terutama jika ia mengkritik
kebudayaan di negerinya. Sebagai contoh, ketika ia menggambarkan bahwa
cadar sebenarnya memiliki beberapa keuntungan, salah satunya sembunyi
dari kejaran kreditur. Padahal ia ingin menyoroti masyarakat miskin di
negaranya yang banyak terlilit hutang. Kartunnya mungkin bagi sebagian
orang diterjemahkan sebagai pelecehan atas pakaian tradisional wanita
Pakistan atau hijab di negara-negara Muslim.
Nazar juga pernah mengkritik masyarakatnya yang lebih menghargai
kelahiran bayi laki-laki. "Ketika putranya lahir, sang ayah mematikan
cerutu. Ketika putrinya lahir, sang ayah langsung mati," kritik Nazar
lewat kartunnya.
"Itu adalah kartun pertama saya yang penuh makna," kata Nazar. Namun
demikian katanya, para editor koran-koran Pakistan tidak selalu bisa
menerima Gogi sebagai penyambung lidah wanita kota modern.
Berbeda dengan Nazar, kartun-kartun Joha menyampaikan pesan politik
secara langsung. Nazar bilang, ia tidak membuat kartun politik sampai
ia benar-benar sangat marah. Dan biasanya kartun yang demikian itu
tidak diterbitkan. Jadi tidak jelas, apakah ia memilih karikatur
sosial karena ia tidak cukup marah, atau takut karyanya tidak dimuat.
Tidak seperti Nazar, kehidupan Joha sangat menyedihkan. Ia menikah dua
kali dan kedua suaminya meninggal dunia. Suami pertama, Rami Khader
Saad, dibunuh oleh Israel di Gaza pada tahun 2003, karena ia seorang
anggota Brigade Izzudin Al-Qassam. Suami keduanya, Wael Aqilan
meninggal setelah gagal mendapatkan perawatan luka perutnya yang
terkena ledakan, karena dilarang keluar dari Gaza oleh Israel. Aqilan
wafat pada Mei 2009. Kehidupan pribadi dan bangsa Joha tergambar dalam
karya-karyanya yang fokus menyampaikan pesan-pesan politik.
Sementara Nazar menyampaikan pesan-pesan sosial yang hampir mencakup
semuanya, mulai dari pelecehan seksual hingga kesempatan yang sama
untuk mendapatkan pendidikan. Dan karya-karyanya mulai bermunculan di
sisi bus-bus kota Islamabad dan Lahore.
Alat perjuangan
Dengan tingginya tingkat buta huruf di Pakistan, Nazar melihat kartun
sebagai cara yang baik untuk menyampaikan pesan-pesannya. Lewat Gogi
ia menyampaikan pesan tentang AIDS, kawin paksa, kekerasan rumah
tangga, korupsi pemerintah dan pertikaian antar sekte, serta
pesan-pesan kesehatan dari UNICEF. Ia juga menulis dan menggambar
buku cerita anak-anak tentang lingkungan hidup, seperti "Monster
Sampah". Ia melukis mural di tembok-tembok rumah sakit dan di
buku-buku komik guna menyampaikan pesan agar anak-anak terhindar dari
perekrutan pelaku bom bunuh diri.
Joha menggunakan simbol kunci rumah sebagai tanda tangan, kunci itu
muncul di banyak hasil karyanya sebagai pengingat atas harapannya dan
banyak orang Palestina lain untuk kembali ke rumah mereka. Burung dara
simbol perdamaian juga banyak muncul bersama dengan darah anak-anak
dan ibu mereka. Sementara peta Palestina yang ia tampilkan, semakin
tahun semakin menyusut akibat penjarahan tanah oleh Israel. Rantai
juga menjadi simbol dalam kartunnya, karena hampir 11.000 orang
Palestina dikurung dalam penjara-penjara Israel. Satu dari empat orang
Palestina pernah ditahan paling tidak satu kali selama hidupnya.
"Sebuah kartun menceritakan satu peristiwa atau kejadian. Banyak orang
yang menggambar, tapi caranya berbeda sama sekali," kata Joha.
"Seorang kartunis yang sukses adalah orang yang peka terhadap
orang-orang dan realita di sekitarnya. Hasil karya mereka menjadi
refleksi dari kehidupan. Ini adalah keindahan kartun, yang mana hal
itu semacam sebuah kompetisi antar artis, siapa di antara mereka yang
memiliki ide paling cemerlang dan bisa mewujudkannya, dan siapa yang
bisa menarik perhatian masyarakat."
Kehidupan Joha tidak bisa lepas dari politik di Gaza dan Tepi Barat.
Setidaknya satu kali kartun Joha memicu balasan kejam dari Israel.
Setelah serangan Israel ke Gaza tahun 2004, Joha menggambarkan perdana
menteri Israel ketika itu, Ariel Sharon, sedang membanggakan tentara
Israel yang telah tewas dan putus kepalanya dalam keadaan berdiri di
belakangnya.
Kartun itu dicetak di surat kabar Islam Al-Risalah, yang kantornya
menjadi target sasaran Israel satu hari kemudian.
Meskipun kantor mereka rusak parah, koran itu mampu bertahan dan Joha
tetap menjadi kartunis mereka. Ia terus menggambar sketsa-sketsa yang
keras dan provokatif.
Awal Ramadhan tahun ini, Joha mengomentari ketegangan antara kelompok
Hamas dan Fatah dengan menggambar seorang ibu Palestina yang berdiri
di balkon dan berdoa agar anak-anaknya, orang-orang Palestina,
bersama-sama bisa menikmati hidangan Ramadhan dalam satu meja lagi.
"Sayangnya kita sekarang hidup dalam waktu di mana orang-orang
bercerai dan terpecah belah," kata Joha.
"Itu adalah waktu yang tepat bagi seorang kartunis untuk menjadi
seorang komentator sekaligus pengamat dan mempergunakan pengaruh yang
dimilikinya.
Kedua wanita itu, Joha dan Nazar, ingin menyampaikan pesan tentang
keadaan masyakarat mereka lewat kartun, yang dalam banyak kasus
berbicara lebih lantang dari sebuah buku sejarah. Patut diperhitungkan
keikutsertaan mereka dalam persaingan untuk menjadi pemenang di sebuah
bidang pekerjaan yang didominasi kaum Adam. Keduanya telah melakukan
kerja yang bagus sebagai duta dari para wanita di negaranya
masing-masing guna mengekspresikan solidaritas mereka terhadap
perempuan yang menjadi korban politik dalam berbagai tingkatan.
Sekarang ini Joha telah kembali menikah dan hidup bahagia, namun
situasi di Gaza terus memburuk. Bagi Joha, pertentangan antara Hamas
dan Fatah yang berkepanjangan berarti ia tidak akan kekurangan bahan.
"Perpecahan Palestina tidak diharapkan oleh setiap keluarga Palestina,
dan dengan kehendak Allah, kami akan bisa mengatasi perpecahan itu,"
katanya. "Harapan saya adalah bisa meninggalkan hasil cetakan gambar
kartun di dunia Arab."
[di/meo/ajr/
http://www.hidayatu
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar