Rabu, 06 Januari 2010

[daarut-tauhiid] Gagalnya Pernikahanku

 

Gagalnya Pernikahanku


oleh Teuku Zulkhairi


===========
"Akhi
jadi kan datang ke rumah ana hari ini?", "Insya Allah jadi ukhti
(saudari), ni lagi siap-siap", begitu jawabku membalas sms dari seorang
wanita, sebut saja namanya ukhti Juhari, yang mencoba memastikan
kedatanganku bersama beberapa orang tua Gampoeng dan alim ulama pada
hari H yang sudah kami sepakati sebelumnya.

Hari itu langit begitu cerah, secerah wajahku yang terus melempar
senyum setiap menjumpai orang-orang di jalan-jalan. "Hai Izzuddin, mau
kemana nich?", tanya Mustafa, teman ngaji saya di Pesantren dulu yang
kebetulan berpapasan saat kami mengisi bensin di samping bengkel
Federal Service, "rencana ada hajatan besar Tgk, do'ain sukses ya?!
Sahutku dengan senyuman yang terus mengembang di wajah. Dengan kondisi
kereta yang hancur-hancuran, namun tidak menyurutkan semangatku untuk
terus melaju menempuh perjalanan yang lumayan jauh, dari Matangkuli ke
Panton Labu. Dibawah sengatan terik matahari siang itu kami terus
melaju dengan kecepatan tinggi dengan harapan tiba tepat waktu.

Ada rasa kebahagiaan yang tiada tara di hatiku, bagaimana tidak, apa
yang selama ini ku impikan mungkin akan segera menjadi kenyataan
pikirku dengan penuh harap. Apalagi sesampai kami disana ternyata
keluarga ukhti Juhari menyambut kami dengan sangat mulia, aneka makanan
pun dihidangkan didepan kami. Keluarganya memang sangat bersahaja,
"dari gaya mereka bertutur kata mungkin mereka memang orang-orang yang
berpendidikan", pikirku. Rumahnya sederhana, namun lebih bagus dari
rumahku, di depannya berdiri sebuah Balai Pengajian tempat anak-anak di
kampung itu belajar mengaji Alquran dan kitab-kitab lain.

Seusai acara makan-makan hari itu, salah seorang seorang alim ulama
yang menyertai perjalanan kami tadi memulai pembicaraan terkait tujuan
kedatangan kami yang bermaksud untuk 'mengkhitbahi' seorang putri di
rumah itu. "Dengan izin Allah kami menerima khitbah putri kami dari
pihak saudara, semoga niat baik kita diridhai oleh Allah", begitu jawab
abangnya yang mewakili pihak keluarga sebagai juru bicara. Dari cerita
kemudian, saya ketahui bahwa abangnya bernama Rasyidin adalah seorang
Ustazd yang yang faqih lagi zuhud, yang sudah menghabiskan umur sekitar
10 tahun untuk belajar Ilmu Agama di sebuah Pesantren di Aceh Timur.

Saat itu hati saya betul-betul gembira, selama ini saya bahkan sudah
memasukkan agenda nikah sebagai suatu kewajiban syar'i yang harus saya
laksanakan scepatnya. Hal ini tidak terlepas karena posisi saya sebagai
penuntut Ilmu Agama yang meniscayakan saya untuk konsisten dalam
kebaikan, agar saya bisa menjadi contoh bagi teman-teman dan masyarakat
dalam mempelopori berbagai kebaikan di masyarakat, agar Allah menjaga
hatiku supaya sesuai antara ucapan dan perbuatan saya, begitu azamku
selama ini.

Apalagi akhir-akhir ini beberapa Mesjid di Kecamatan saya dan
sekitarnya sudah mulai mempercayakan saya menjadi khatib shalat jum'at,
hal ini tentunya semakin menggelorakan semangat saya untuk merubah
status saya menjadi seorang Ustazd yang sekaligus sebagai seorang
suami, saya pikir dalam hal ini 'lebih cepat lebih baik' meski umur
saya baru 24 tahun, karena semakin cepat hati terjaga maka akan semakin
mudah bagi kita untuk berusaha istiqamah dijalanNya. Meskipun akan
dihadapkan kenadala 'kesulitan ekonomi' nantinya tapi saya sudah siap
lahir batin, karena saya yakin kalau kita ingin menikah dengan tujuan
menjaga hati, maka Allah akan memberi kita keluasan rizki untuk
mewujudkan cita-cita mulia itu.

Jauh sebelum hari khitbah itu, kami sudah seiya-sekata dalam semua
hal yang telah kami diskusikan. Hampir tidak ada perbedaan mencolok
dari sisi pemikiran dan agenda-agenda kami ke depan nanti. Bahkan ukhti
Juhari juga sudah sangat siap dengan konsekuensi jika setelah menikah
nanti saya akan berangkat kuliah S-2 keluar Negeri, tempat para aktor
film "KETIKA CINTA BETASBIH(KCB)" berakting, kuliah di Mesir memang
sudah lama saya impikan, jauh sebelum film KCB dibuat, bahkan sebelum
Novel fenomenal penggugah jiwa "AYAT-AYAT CINTA" diterbitkan. Beruntung
saya memperoleh beasiswa dari
Pemerintah Aceh, jadi saya pikir
kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, meskipun status saya sudah
berkeluarga tekadku dalam hati tempo hari.

"Emang akhi pikir saya anak kecil?", ucapnya ketika itu melalui
pesan singkat menjawab tantanganku jika harus meninggalakan dia untuk
melanjutkan study. Hampir tidak ada perbedaan diantara kami, bahkan
kami sudah sangat saling memahami kondisi ekonomi masing-masing. Ukhti
Juhari bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah instansi pemerintah di
Lhokseumawe , sementara saya tercatat sebagai Guru di sebuah Pesantren
salafi di Matangkuli, pedalaman Aceh Utara.

Proses ta'arruf/perkenalan kami memang hanya lewat secarik kertas
biodata diri kami beserta selembar foto close up masing-masing, dan
hanya berjalan dalam tempo waktu yang sangat singkat, dan sekali pun
kami belum pernah bertemu atau bertatap muka secara langsung, bahkan
sampai semua cerita itu berakhir, mungkin juga sampai kehidupan dunia
ini berakhir. Belum pernah bertemu saya pikir bukanlah sebuah masalah,
toh pada akhirnya setelah nikah kami juga akan hidup bersama.

Sebenarnya waktu itu beberapa teman di Pesantren pernah mendesakku
agar berjumpa dulu dengan dia sebelum melanjutkan ke proses
selanjutnya, memang ada niat hati saya untuk minta jumpa(tentu saja
bukan berdua saja). Tapi ketika saya mencoba menelpon ke no dia namun
tidak ada yang angkat, mungkin 'lagi sibuk', gumamku dalam hati ketika
itu!.

Akhirnya saya mengirim pesan singkat/sms ke no-nya mengutarakan niat
hati ini untuk bertemu sebelum kami memutuskan bermusyawarah dengan
keluarga kapan hari akadnya , "'afwan ukhti, bolehkah kita jumpa barang
sekejap, agar tenanglah hati ini", lalu ukhti Juhari menjawab, "akhi
belum percaya sama ana?". "bukan ukhti, ana cuma ingin mendiskusikan
beberapa hal aja, gak pa2 kan?. "sabar akhi, insya Allah nanti kita
akan ketemu, percayalah! Jawab ukhti Juhari kembali. "Oo ya udah gak
pa2 juga ukhti, saya percya ukhti!" jawabku mengakhiri pesan singkat
kami.

Meskipun niat saya gagal, namun sedikitpun kepercayaan saya
berkurang, bahwa inilah akhwat/wanita terbaik yang saya cari selama
ini. Bahkan saya tambah yakin dengan cerita-cerita teman dia guru
pengajian pekanan saya bahwa ukhti Juhari orangnya sangat santun,
dewasa dan relegius, hal ini pula yang semakin hari semakin menumbuhkan
rasa cinta dihati saya. Untuk wajahnya dari pertama melihat foto bahkan
saya sudah terpesona, mungkin lebih cantik dari artis di film KCB yang
spektakuler itu, bahkan saya merasa malu tidak memiliki wajah seganteng
bintang film AAC, tapi saya tetap bersyukur dan meyakini bahwa seorang
wanita yang shalihah seperti ukhti Juhari tidak menilai sesuatu yang
tidak abadi.

Beberpa pekan setelah hari khitbah itu, saya kembali menghubungi
ukhti Juhari untuk mengkonfirmasikan keputusan keluarga kami untuk
kembali mengunjungi keluarganya memastiakan kapan bisa dilaksanakan
akad beserta berembuk untuk mencapai kesepakatan tentang jumlah mahar.
Tapi anehnya, semenjak saat itu tidak ada telepon saya yang diangkat,
hanya satu sms saya yang terjawab dari beberapa sms yang saya kirim,
"akhi, mari kita bersujud simpuh memohon ampun kepadaNya atas semua
kekhilafan kita, berapa banyak dosa tidak terduga telah kita perbuat,
semoga Dia mengampuni kita, amiin!"

Sms itu saya baca berulang-ulang, seribu pertanyaan berkecamuk
dipikiran saya, apa gerangan dosa yang telah saya perbuat, atau mungkin
ada kata-kata saya yang telah membuat hatinya terluka. Jika "iya", maka
sungguh sangat jahatlah saya yang telah menyakiti seorang wanita yang
begitu bersahaja. Beberapa hari kemudian, saya menjumpai guru pengajian
saya, beliau sudah mendapat informasi dari Ustazah di
Pengajian ukhti
Juhari yang juga istri dari guru pengajian saya tadi. Akhirnya saya
mendapati diri saya yang telah salah melangkah hingga ukhti Juhari
berubah pendirian, saya baru menyadari kesalahan apa yang telah saya
perbuat, semua sms "menanyain kabar" yang pernah saya kirim ternyata
juga di forward langsung ke guru pengajiannya, hingga beliau juga bisa
menilai bahwa tekad saya untuk menikah tidak lagi seratus persen karena
Allah.

"maka pantaslah cinta saya gagal bertasbih….!!!, jeritku dalam hati.

Berlinanglah airmataku menyaksikan mega film "KETIKA CINTA
BERTASBIH" yang awal bulan lalu diputar di Gedung Sosial. "Andai aku
seperti Azzam" hayalku dalam hati. Namun saya juga berbangga, masih ada
gadis-gadis Aceh yang memiliki 'izzah begitu tinggi dalam menjaga diri
dan kesucian niat dan hatinya, mungkin melebihi artis pemeran film KCB
itu. Seperti ukhti Juhari misalnya. Meski hanya sedikit sekali… sangat
sedikit.

Teuku Zulkhairi, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Aceh

===========sumber:eramuslim.com
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: