Jumat, 09 Oktober 2009

[daarut-tauhiid] Hal Nahnu Muttaqun

 

Hal Nahnu Muttaqun

Abu Hurairoh RA pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW. Wahai Rosulullah beritahukanlah kepadaku sebuah amalan yang jika aku lakukan, maka aku akan masuk surga. Rosulullah menjawab, " Sebarlah salam, berilah makanan, dan sambungkanlah tali shilaturohim dan dirikanlah sholat malam tatkala orang-orang terlelap tidur ". (HR. Ahmad).

Adapun saling meminta maaf dan memaafkan serta menahan marah adalah perbuatan yang harus dilakukan di saat kita mengalaminya, tidak perlu menunggu Ramadhan maupun Syawal. Dari Ubay bin Ka'ab beliau berkata bahwasanya Rosulullah SAW bersabda, " Barang siapa yang ingin memiliki kepribadian mulia dan derajat yang tinggi, maka hendaklah dia memaafkan orang yang mendzaliminya, memberi kepada orang yang tidak suka memberi kepadanya, dan menghubungkan tali shilaturrohim kepada orang yang memutuskan hubungan dengannya ". (HR. Al-Hakim).

Rosulullah SAW yang juga pernah bersabda, " Orang yang kuat bukanlah yang dapat mengalahkan musuh dalam gulat, namun orang yang dapat mengendalikan nafsunya ketika dia marah. Barang siapa yang menahan marah sedang ia kuasa untuk menumpahkannya, maka Allah akan memenuhi dirinya dengan keselamatan dan keimanan ". (HR. Ahmad).

Idul Fitri selalu kita rayakan setiap tahun, tetapi hampir tidak ada perubahan yang terjadi baik secara pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mungkin kesalahan berpuasa kita dan paradigma keliru yang secara sadar atau tidak, ditanamkan para da'i yang hanya menawarkan Fadhilah Romadhon tetapi kurang tegas menjelaskan kewajiban Shoimun menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Sebagai Syahrut Tarbiyyah yang tujuannya mencetak kaum Mukminin menjadi Muttaqun, maka parameter kesuksesan puasa adalah sejauh mana tanda-tanda ketaqwaan dimiliki oleh kita. Imam Hasan Al-Banna menjelaskan, tarbiyyah yang sukses akan membentuk pribadi yang memiliki muashofat (karakter) sebagai berikut :

1. Salimul 'aqidah, akidahnya bersih. Yaitu, " Setiap hamba yang selalu kembali kepada Allah dan memelihara semua peraturan-Nya. Dia takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun tidak melihat-Nya dan dia datang (di hari kiamat) dengan hati yang bertobat (QS. Qoof, ayat 31-32). Rasa takutnya kepada Allah menghalanginya untuk berbuat kesyirikan walaupun sebesar biji sawi. Pemahaman yang benar akan ketauhidan Allah membuatnya ringan untuk meninggalkan adat dan tradisi yang tidak sesuai dengan syari'at, tanpa takut celaan dan cemoohan orang-orang jahil.

2. Shohihul Ibadah, ibadahnya benar. Ia benar-benar memahami wasiat Rosulullah SAW, " Sesungguhnya sebaik-baik keterangan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad SAW. Seburuk-buruk perkara adalah hal baru (dalam agama) yang tidak ada dasarnya. Dan setiap bid'ah itu sesat ". (HR. Muslim). Dia juga betul-betul memahami kaidah Ushul Fiqh bahwa asal hukum ibadah adalah haram, kecuali apabila disyari'atkan. Karenanya ibadah yang ia lakukan, ikhlas hanya karena Allah dan tata caranya ittiba' (mengikuti) petunjuk Rosulullah SAW.

3. Matinul Khuluk, akhlaknya kokoh. Nilai-nilai kebaikan Islam telah merasak ke dalam hatinya dan menghujam kokoh di jiwanya sehingga menggerakkan dirinya menjadi pribadi muslim seutuhnya, yang tidak malu untuk menampilkan akhlak Islami. " Yaitu orang-orang yang menginfaqkan hartanya baik pada waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang selalu berbuat kebaikan ". (QS. Ali Imron, ayat 131-132). Ketika ditanya oleh Heraklius mengenai dakwah Nabi Muhammad SAW, Abu Sofyan menjelaskan, " Ia menyuruh kami untuk Menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan apapun, meninggalkan ajaran nenek moyang kami dan memerintahkan kami untuk mendirikan sholat, berkata benar, sopan dan menyambung tali shilaturrohim ". (HR. Bukhori dan Muslim).

4. Mutsaqoful Fikri, berwawasan luas. Ia adalah pribadi Robbani yang memiliki hikmah, ilmu dan wawasan yang sangat luas, dan tidak gaptek (gagap teknologi). Sebagai hasil pemahaman dan pengamalan Kitabullah yang ia baca. " Jadilah kalian pribadi Robbani karena kalian senantiasa mengajarkan Al-Qur'an dan selalu mempelajarinya ". (QS. Ali-Imron, ayat 79).

5. Qowiyyul Jismi, berbadan kuat. Perintah shiyam menunjukkan bahwa kekuatan sangat dianjurkan dalam Islam. Yang lemah pastilah tidak akan mampu berpuasa, apalagi berperang di jalan Allah. Karenanya Rosulullah SAW bersabda, " Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah ". (HR. Muslim).

6. Qodirun 'alal Kasbi, mampu berpenghasilan. Makan sahur, berbuka, ber'itikaf, bersedekah membayar zakat fitrah, zakat mal, haji, membiayai keluarga dan memberi sanak saudara, tetangga, anak yatim dan fakir miskin membutuhkan uang. Seorang muttaqun tahu betul bahwa dirinya harus berpenghasilan, kalau pun tidak mampu memberi minimal bisa melihara diri dan keluarganya dari meminta-minta. Allah SWT memerintahkan kita dalam firmannya, " Maka apabila telah menunaikan sholat, bertebarlah kamu di muka bumi untuk mencari karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung ". (QS. Al-Jumu'ah, ayat 10). Rosulullah bersabda, " Salah seorang dari kamu pergi ke bukit untuk mencari kayu kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dan dapat dengan itu memenuhi kebutuhannya. Maka yang demikian itu lebih baik dari pada meminta-minta pada orang lain, baik mereka memberi atau menolak ". (HR. Bukhori).

7. Mujahidun li nafsihi, mampu menahan jiwanya, untuk senantiasa melakukan pekerjaan yang mendatangkan manfaat dunia dan akhirat, serta menjauhi perbuatan sia-sia. " Diantara kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan perkara yang tak berguna baginya ". (HR. Muslim).

8. Munazhomun fi su'unihi, teratur dalam setiap urusannya. Perencanaan yang baik, keteraturan amal selalu mewarnai kehidupannya.

9. Haritsun 'ala waqtihi, menjaga waktunya. Ia tak akan menyia-nyiakan waktunya tanpa amal. Umar bin Khothob berkata, " Saya benci melihat salah seorang di antara kamu duduk-duduk saja, tanpa beramal baik untuk dunia maupun akhiratnya ".

10. Nafi'un li ghoirihi, bermanfaat bagi orang lain. Ia adalah pribadi yang berkarakter laksana air yang suci dan mensucikan. " Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain ". (Muttafaqun 'alaih).

Demikianlah ciri-ciri telah dipaparkan. Tinggallah kita bertanya pada diri sendiri, Hal nahnu muttaqun ?

Sumber : Ar-Risalah.

--
This message has been scanned for viruses and
dangerous content by MailScanner, and is
believed to be clean.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Search Ads

Get new customers.

List your web site

in Yahoo! Search.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Y! Groups blog

The place to go

to stay informed

on Groups news!

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: