Jamilah Kolocotronis Menemukan Kebenaran dalam Islam
By Republika Newsroom
Kamis, 15 Oktober 2009 pukul 15:21:00
*
Jalan berliku harus dilalui Jamilah Kolocotronis sebelum menjadi seorang
Muslimah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah SWT dan mengikrarkan dua kalimat
syahadat justru ketika sedang menempuh pendidikan demi mewujudkan
cita-citanya menjadi seorang pendeta. Berawal pada tahun 1976. Keinginannya
begitu kuat untuk menjadi seorang pendeta. Saat itu, dia masih berkuliah di
sebuah universitas negeri.
Jamilah lalu mendatangi seorang pastor di sebuah gereja Lutheran. Ia
sampaikan apa yang menjadi harapannya, bahkan bersedia membantu apa saja di
gereja. Sang pastor menyanggupi dan meminta Jamilah mewakilinya pada acara
piknik untuk para mahasiswa baru dari negara lain.
Dalam acara ini, untuk pertama kalinya, Jamilah bertemu dengan seorang
Muslim. Namanya Abdul Mun'im Jitmoud yang berasal dari Thailand. ''Ia punya
senyum yang manis dan sangat sopan. Saat kami berbincang-bincang, ia sering
kali menyebut kata Allah,'' kenang Muslimah yang memiliki nama lahir Linda
Kay Kolocotronis ini.
Jamilah mengaku agak aneh saat mendengar Mun'im menyebut nama Tuhan. Karena,
sejak kecil, ia diajarkan bahwa orang di luar agamanya bakal masuk neraka.
Tak ayal, Jamilah merasa bahwa Mun'im adalah golongan orang yang akan masuk
neraka meski Mun'im percaya pada Tuhan dan berperilaku baik.
Dia lantas bertekad untuk mengajak Mun'im mengikuti keyakinannya. Jamilah
mengundang Mun'im ke gereja. Tapi, betapa malu hatinya ketika melihat Mun'im
datang dengan membawa Alquran. Usai kebaktian, Jamilah dan Mun'im berbincang
panjang tentang Islam dan Alquran.
Padahal, selama ini, setiap mendengar istilah 'Muslim', dia memahaminya
dengan hal-hal yang negatif. Kala itu, sejak era tahun 1960-an, warga kulit
putih di Amerika Serikat (AS) meyakini bahwa warga Muslim kulit hitam ingin
menyingkirkan warga kulit putih.
Selama dua tahun, Jamilah tetap menjalin kontak dengan Mun'im (yang kini
menjadi suaminya). Lewat aktivitasnya di sebuah klub internasional, Jamilah
juga bertemu dengan beberapa Muslim lainnya.
Jamilah tetap berusaha melakukan kegiatan misionarisnya untuk membawa mereka
beralih akidah. Dia masih memendam hasrat menjadi pendeta meski waktu itu,
di era 70-an, gereja-gereja belum bisa menerima perempuan di sekolah
seminari.
Waktu terus berjalan, kebijakan pun berubah. Setelah menyelesaikan studinya
di Truman State University pada Mei 1978, sebuah seminari Lutheran yang
berada di Chicago, School of Theology, bersedia menerimanya sebagai siswa.
Tapi, hanya satu semester Jamilah bersemangat belajar. Jamilah sangat kecewa
dengan kenyataan bahwa di sekolah itu tidak lebih sebagai tempat untuk
bersosialisasi di mana pesta-pesta digelar dan minum-minuman keras sudah
menjadi hal yang biasa.
Jamilah akhirnya memutuskan pulang ke rumah. Ia ingin lebih meluangkan waktu
untuk mencari kebenaran agama. Tak lama kemudian, Jamilah diterima bekerja
sebagai sekretaris di daerah pinggiran St Louis, tak jauh dari rumahnya.
*Mencari kesalahan Alquran*
Hingga suatu hari, Jamilah masuk ke sebuah toko buku dan menemukan Alquran
di sana. Jamilah tertarik untuk membelinya karena ia ingin mencari kelemahan
dalam Alquran.
Jamilah berpikir, sebagai orang yang bergelar sarjana di bidang filsafat dan
agama serta pernah mengenyam pendidikan di seminari, pastilah mudah baginya
menemukan kelemahan-kelemahan Alquran. Dengan 'bekal' itu, ia berharap bisa
meyakinkan teman-teman Muslimnya bahwa mereka salah.
Dia segera mencari-cari kesalahan serta ketidakkonsistenan ayat-ayat dalam
Alquran. Tapi, hasilnya nihil.''Saya justru terkesan saat membaca surat
al-An'am ayat 73. Untuk pertama kalinya, saya ingin mengetahui lebih banyak
tentang Islam,'' ujar perempuan kelahiran St Louis, Missouri, tahun 1956
ini.
Jamilah memutuskan kembali ke universitasnya dulu, mengambil gelar master di
bidang filsafat dan agama. Di saat yang sama, selain mengunjungi kebaktian,
Jamilah juga kerap datang ke masjid, terutama ketika shalat Jumat.
Walau hatinya mulai tersentuh cahaya Islam, Jamilah mengaku belum siap
menjadi seorang Muslimah. Masih banyak ganjalan pertanyaan memenuhi
kepalanya. Dan, Jamilah terus melanjutkan pencariannya tentang agama.
Selama kurun waktu dua tahun masa pencarian, selain mempelajari Islam,
Jamilah juga mempelajari berbagai agama lainnya, termasuk Zoroaster, Hindu,
Buddha, Baha'i, dan agama yang dianut oleh etnis Cina. ''Saya cuma ingin
menemukan kebenaran,'' kata Jamilah.
*Mengucap dua kalimat syahadat*
Namun, Jamilah lebih merasakan kedekatan pada Islam. Satu pertanyaan yang
masih mengganggu pikirannya, mengapa orang Islam harus berwudhu sebelum
shalat?
Ia menganggap itu tidak logis karena manusia seharusnya bisa mengakses
dirinya pada Tuhan kapan saja. Namun, pertanyaan yang mengganggu itu
akhirnya terjawab dan Jamilah bisa menerima jawabannya.
Akhirnya, malam itu, Jamilah membulatkan tekad untuk menerima Islam sebagai
agamanya. Ia pergi ke sebuah masjid kecil dekat universitas. Peristiwa
terpenting dalam hidupnya ini terjadi pada musim panas 1980, bersamaan
dengan tibanya bulan Ramadhan.
Tepat pada malam ke-19 di bulan Ramadhan, Jamilah mengucapkan dua kalimat
syahadat yang disaksikan sejumlah pengunjung masjid. ''Butuh beberapa hari
untuk beradaptasi, tapi saya sudah merasakan kedamaian. Saya melakukan
pencarian begitu lama dan sekarang saya menemukan tempat yang damai,'' papar
ibu dari enam orang putra ini.
Pada awalnya, setelah menjadi Muslimah, Jamilah menyembunyikan keislamannya
dari teman-teman di kampus, bahkan keluarganya. Bercerita kepada keluarganya
bahwa ia sudah menjadi seorang Muslim bukan persoalan gampang buat Jamilah.
Begitu pula ketika ingin mengenakan jilbab. Tapi, jalan berliku dan berat
itu berhasil dilaluinya. Kini, Jamilah sudah berjilbab dan menjadi kepala
sekolah di Salam School, Milwaukee. dia/berbagai sumber
*
Pendidik, Penulis, dan Ibu Enam Anak*
Komunitas Muslim di Amerika Serikat mengenal Jamilah Kolocotronis sebagai
seorang Muslimah dengan segudang aktivitas. Di tengah kesibukan mengurus
enam putranya, Jamilah masih sempat mengajar paruh waktu.
Ia mengajar mata pelajaran ilmu-ilmu sosial di sebuah sekolah Islam sesuai
dengan gelar master dan doktoral di bidang pendidikan ilmu sosial yang ia
peroleh dari Ball State University.
Dalam memberikan materi pelajaran kepada para muridnya, Jamilah kerap
menggunakan pendekatan secara Islam. Ketika peristiwa 11 September 2001
terjadi, Jamilah sedang mengajar dalam kelas. Sebagai seorang pendidik, ia
pun memberikan penjelasan kepada murid-muridnya yang duduk di bangku sekolah
menengah mengenai tragedi yang terjadi di New York.
Jamilah juga aktif dalam kegiatan menulis. Menjadi seorang penulis memang
merupakan impiannya ketika ia memutuskan pensiun dari dunia pendidikan.
Karena itu, ia selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk menulis.
Sejumlah novel sudah dia hasilkan, di antaranya *Innocent People, Echoes,
Rebounding, Turbulence, Ripples* , dan *Silence* . Novel pertamanya,
*Innocent
People* , menceritakan kehidupan keluarga Muslim Amerika sesudah peristiwa
9/11. Seperti novel pertamanya, semua novel yang ditulis Jamilah bertemakan
kehidupan Muslim Amerika dan tantangan-tantangan yang mereka hadapi.
Karya lain Jamilah yang sudah dipublikasikan adalah tulisan disertasi
doktoralnya sebagai buku nonfiksi dengan judul *Jihad Islam* . Karya ini
mengulas prinsip-prinsip dan praktik jihad militer. Ia pun rajin menulis
puisi dan sejumlah catatan kecil di blog pribadinya.
Di samping hobi menulis, Jamilah juga menyukai dunia *travelling* . Ia
pernah tinggal di enam negara berbeda dan sudah menjelajahi seluruh wilayah
di Amerika Serikat.
Ia juga pernah mengunjungi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, terlebih
karena suaminya berasal dari Thailand. Saat ini, Jamilah beserta keluarganya
menetap di Lexington, Kentucky, Amerika Serikat. (dia/berbagai sumber)
http://www.republik
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar