Sabtu, 17 Oktober 2009

[daarut-tauhiid] Laporan Goldstone Akhir "Rudukh" Otorita Palestine?

Laporan Goldstone Akhir "Rudukh" Otorita Palestine?
Thursday, 08 October 2009 11:02

Oleh Musthafa Luthfi

Hidayatullah.com--Pada saat masjid Al-Aqsa dalam kepungan pasukan
penjajah Zionis, Otorita Palestina kembali membuat ulah yang kali ini
tidak bisa dibela lagi oleh sekutu-sekutu dekatnya dari negara-negara
Arab yang pro AS. Hal ini karena sangat memalukan dan memilukan, bukan
hanya bagi bangsa Palestina dan bangsa Arab, akan tetapi mayoritas
bangsa-bangsa di dunia.

Pada saat bangsa-bangsa di muka bumi ini sudah bersepakat melalui
forum the Human Rights Council (Dewan Hak Asasi Manusia/HAM) PBB di
Jenewa untuk menetapkan Israel sebagai pelaku kejahatan perang
mengerikan pada perang Gaza terakhir pada 27 Desember 2008 hingga 18
Januari 2009, negeri Yahudi itu tidak perlu berpayah-payah menentang
keputusan masyarakat internasional tersebut.

Pasalnya, Otorita Palestina yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas
ternyata lebih Israel dari Israel sendiri, dengan meminta voting
tentang bukti  kejahatan perang tersebut yang tertuang dalam laporan
Richard Goldstone ditunda hingga sidang Dewan HAM berikutnya pada
Maret 2010. Voting sedianya dilakukan 2 Oktober lalu di Jenewa, dengan
jaminan mayoritas mutlak angota Dewan HAM siap mengesahkannya untuk
diajukan ke Dewan Keamanan (DK) PBB.

Laporan yang dipersiapkan Goldstone, mantan Hakim asal Afrika Selatan,
bersama timnya sekitar tiga bulan setebal 575 halaman tersebut, berisi
bukti kuat bahwa tentara Israel melakukan kejahatan perang dan tragedi
kemanusiaan mengerikan yang tak terbantahkan atas warga sipil
Palestina di Gaza sehingga berpeluang menyeret para pemimpin negeri
Zionis itu ke Mahkamah Kriminal Internasional.

Sudah dapat dipastikan bahwa Dewan HAM PBB yang beranggotakan 47
negara akan mengadopsi laporan itu untuk selanjutnya diajukan ke DK
PBB. Dunia Arab dan Islam yang melakukan lobi kuat, antara lain oleh
wakil Mesir, berhasil mendapatkan sekitar 35 suara yang pasti
mendukung. Hanya dua atau tiga negara yang menolak dan selebihnya
menyatakan akan abstain pada voting yang direncanakan tanggal 2
Oktober lalu.

Suatu pemandangan yang sebenarnya akan tercatat sebagai sejarah baru
dalam Dewan HAM karena negara-negara pendukung laporan tersebut, yang
sejatinya masih bergantung pada bantuan AS, tidak lagi gentar mendapat
ancaman AS dan Israel. Mayoritas mutlak tetap pada pendirian semula
bahwa tragedi kemanusiaan di Gaza harus diungkap, meskipun nantinya di
forum DK PBB AS kembali memvetonya.

Di lain pihak mantan Hakim Goldstone yang konon berdarah Yahudi, tak
bergeming dari laporannya, meskipun mendapat serangkaian ancaman dari
Israel dan sejumlah negara Barat. "Seharusnya kita malu dari Goldstone
yang berdarah Yahudi yang lebih nasionalis dari pemimpin Palestina
sendiri," papar seorang penulis terkemuka Arab berkebangsaan
Palestina.

Namun melihat gelagat Otorita Palestina yang lebih Israel dari Israel
sendiri dalam memperjuangkan agar negeri Zionis itu tidak dicap
sebagai negeri penjahat perang, hampir dipastikan negara-negara
anggota Dewan yang tadinya mendukung, akan mereposisi sikapnya pada
sidang mendatang. Selain karena kecewa, besar kemungkinan Israel
dibantu AS akan menggunakan berbagai kartu "As" mereka untuk mengubah
sikap negeri-negeri pendukung laporan tersebut.

"Tadinya Dewan HAM akan membuat sejarah saat voting laporan Goldstone
dengan mayoritas mutlak mendukung laporan ini. Tapi sejarah ini
justeru dihapus oleh Palestina sendiri untuk suatu kepentingan yang
sempit dan saya yakin pada sidang berikutnya pada bulan Maret tahun
mendatang semua akan berubah, bahkan sebagian besar akan mengubah
posisi sehingga tak ada lagi dukungan buat Palestina," ujar Luei Deib,
seorang anggota penuntut kejahatan perang internasional berkebangsaan
Arab yang mukim di Norwegia.

Memang Tel Aviv memiliki banyak kartu penekan atas Otorita Palestina
pimpinan Abbas, yang sebenarnya sekedar pimpinan de facto yang tidak
mendapat dukungan dari akar mayoritas rakyat Palestina. Otorita ini
tak lebih dari sekedar pimpinan Palestina tak berakar di  rakyat yang
mendapat dukungan dari Washington dan Tel Aviv karena dianggap sebagai
pemimpin Palestina yang dapat diajak berunding sesuai kehendak politis
kedua negara tersebut.

Kenyataan ini sudah menjadi rahasia umum publik Palestina dan Arab
pada umumnya. Kesalahan fatal yang sering dilakukan oleh Otorita
tersebut termasuk dukungan implisit terhadap serangan Israel di Gaza
terakhir, yang selama ini masih bisa disembunyikan di balik dukungan
sejumlah negara Arab terkemuka. Tidak adanya dukungan kuat dari rakyat
inilah yang membuat Otorita ini selalu rudukh (tunduk mutlak, red)
kepada kehendak Israel.

Namun kesalahan fatal, bahkan mungkin paling fatal, kali ini tidak
bisa disembunyikan lagi. Pernyataan wakil Palestina di Dewan HAM PBB
bahwa keputusan penundaan sebagai hasil persetujuan bersama
negara-negara Arab dan Islam, telah terbantahkan, bahkan termasuk
Mesir yang selama ini banyak membela otorita Palestina itu.

"Mesir tidak diberitahukan tentang rencana penundaan voting laporan
Goldstone dan mengetahui saat penundaan diumumkan," kata Menlu Mesir
Abu Geith di Amman, Yordania, Senin (5/10). Bahkan Sekjen Organisasi
Konferensi Islam (OKI) langsung pada hari penundaan voting membantah
pernyataan Wakil Palestina tersebut dengan menyatakan, "penundaan
adalah hasil kesepakatan wakil Palestina dengan negara-negara besar."

"Selama ini kedekatan dengan sejumlah negara Arab selalu dimanfaatkan
oleh Otorita Palestina untuk berkelit saat melakukan kesalahan fatal,
dengan dalih mendapatkan dukungan negara-negara Arab. Namun sekarang
dunia Arab sudah tidak bisa mentolerir lagi sehingga semua membantah,
termasuk Mesir," papar Dr. Hassan Hanafi, guru besar ilmu politik
Universitas Kairo kepada TV Aljazeera, Qatar, sambil menilai penundaan
tersebut sebagai khasarah kabirah (kerugian besar) bagi perjuangan isu
Palestina.

Darah syuhada

Karena itu, sikap Otorita yang selalu rudukh kepada kehendak Israel,
dianggap sebagai bentuk persekutuan terselubung untuk mematikan
gerakan perlawanan sah bangsa Palestina yang terjajah dan dijamin
keabsahannya oleh piagam PBB dan hukum internasional.

Dan tidak pula berlebihan bila banyak pihak di dunia Arab yang
menganggap sikap Otorita kali ini sebagai bentuk bisnis darah para
syuhada yang gugur di Gaza oleh kekejaman Zionis, yang menggunakan
berbagai jenis senjata terlarang oleh hukum internasional.

Darah para syuhada tersebut disia-siakan untuk kepentingan sesaat
dengan dalih mengedepankan "perdamaian" dengan Israel, yang sejatinya
hanya  "istislam" (menyerah kepada kehendak penjajah).

Para syuhada Gaza akhirnya gugur untuk kedua kalinya karena laporan
Goldstone bakal menjadi laporan yang akan terlupakan. Setiap laporan
yang ditunda pembahasannya, atau tertunda pemungutan suara atasnya,
berarti sama dengan penundaan, yang akan berlarut-larut dan hampir
dipastikan berakhir pada pengenyampingan secara mutlak.

Setelah peluang emas untuk menghormati para syuhda Gaza akhirnya
terkubur, celah untuk melanjutkan usaha mengukuhkan laporan tersebut
memang masih terbuka, meskipun makin sempit dan memerlukan upaya
ekstra. Usaha ini sebagai bentuk "perang baru" Gaza secara politis,
setelah secara militer berhasil bertahan dari gempuran biadab Israel,
yang menurut perhitungan matematis, para pejuang yang bersembunyi di
bumi sempit seluas separo kota Jakarta itu seharusnya dapat dihabiskan
dalam tempo 3 hari.

Perang baru ini kelihatan akan lebih sulit, meskipun tetap mendapat
dukungan LSM-LSM internasional. Paling tidak akan memunculkan citra
baru masyarakat internasional bahwa negara-negara Barat (AS dan Uni
Eropa) menangani kejahatan perang secara ogah-ogahan bila yang
melakukan kejahatan adalah negara sekutu mereka.

Di lain pihak, otorita Palestina pimpinan Abbas yang selama ini
berhasil berkelit, mencoba memperbaiki citranya lewat instruksi Abbas
agar dilakukan penyelidikan atas kasus yang paling menggegerkan dalam
sejarah perjuangan Palestina tersebut. Namun sebelum taktik licik itu
dimulai, sesama pejabat Otorita sendiri ribut sehingga skandal
pembentukan tim penyelidik ini terungkap juga.

Nabil Amr, salah seorang tangan kanan Abbas yang sering menjadi juru
bicara Otorita, langsung membeberkan hakikat sebenarnya bahwa
penundaan ini adalah instruksi langsung dari Abbas sehingga tidak
perlu lagi menipu publik Palestina dengan membentuk tim penyelidik.

"Abbas harus segera kembali ke Palestina untuk mempertangungjawabkan
kekeliruan besar ini. Tidak perlu membentuk tim penyelidik, sudah
jelas dia sendiri yang memerintahkan penundaan," tegasnya. Sementara
pejabat lainnya Saeb Eurekat, yang membela dengan menyebutkan
penundaan bukan berarti melupakan darah para syuhada Gaza, menegaskan
bahwa Abbas tetap bertangungjawab.

Terlepas dari tujuan polemik sesama pejabat Otorita itu, sedikitnya
bisa ditangkap bahwa semua pejabat ingin mencuci tangan dengan
menampakkan pertengkaran intern Otorita kepada publik. Sedangkan bagi
publik Palestina dan Arab umumnya, penundaan voting laporan Goldstone
itu telah membuka topeng-topeng para pejabat Otorita sehingga
mengetahui dengan pasti siapa mereka sesungguhnya.

Publik makin yakin akan jawaban pasti atas pertanyaan besar selama
ini, yaitu apakah tokoh-tokoh itulah yang memang berhak mewakili
mereka untuk memperjuangkan hak mereka? Ataukah mereka hanya sekedar
boneka-boneka yang dibentuk oleh penjajah Zionis?

"Yang sudah pasti semua faksi perjuangan makin anti kepada Abbas dan
konco-konconya, termasuk di kalangan Fatah sendiri yang selama ini
tidak diberi kesempatan untuk berbicara," papar Hassan Belal, pengamat
Palestina yang mukim di Paris kepada TV Aljazeera Selasa (6/10).

Perluas perpecahan

Harapan akhir saat ini untuk sedikit memberikan suntikan darah bagi
tubuh Palestina yang sudah sangat lemah agar mampu bergerak lagi
menghadapi penjajah Zionis adalah tercapainya rekonsiliasi
Fatah-Hammas agar Palestina kembali bersatu dan solid. Menlu Mesir
pada tanggal 5 Oktober lalu di Amman, Yordania menjamin bahwa
penundaan voting laporan Goldstone itu tidak berpengaruh terhadap
rekonsiliasi.

"Saya menjamin bahwa penundaan ini tidak akan mempengaruhi jalannya
rekonsiliasi di Kairo. Insya Allah penandatangan kesepakatan
rekonsiliasi akan berlangsung pada 25 Oktober mendatang dan akan
dihadiri oleh wakil dari negara-negara besar sebagai saksi," katanya.

Boleh jadi apapun perkembangan baru yang terjadi, kesepakatan
rekonsiliasi tetap akan ditandatangani sesuai jadwal yang telah
ditetapkan negara penengah (Mesir). Namun kenyataan di lapangan akan
berbeda, mengingat penundaan tersebut jelas akan makin memperluas
perpecahan bila Otorita Palestina tidak diganti dengan pimpinan baru,
dengan kebijakan baru pula, yang antara lain adalah tetap
mempertahankan opsi perlawanan.

Bila pimpinan baru harus diganti lewat Pemilu mendatang (sekitar bulan
Juni 2010), paling tidak Otorita sekarang berani mengaku salah dan
berjanji mengubah kebijakan. Opsi perlawanan melawan penjajah yang
sejalan dan seiring dengan perjuangan di meja perundingan adalah
tuntutan utama Hammas dan faksi-faksi lainnya, termasuk sayap militer
Fatah sendiri yang dipimpin Mahmoud Abbas. Strategi lainnya yang perlu
dijalankan oleh Otorita nanti adalah menghentikan sikap rudukh
terhadap AS dan Israel menyangkut masalah vital Palestina.

Perubahan kebijakan dan strategi menghadapi penjajah Zionis ini
minimal yang dapat menghentikan meluasnya perpecahan pascapenundaan
laporan Goldstone tersebut. Tanpa perubahan tersebut, kesepakatan
rekonsiliasi tak lebih hanya sebatas hitam di atas putih seperti nasib
kesepakatan-kesepakatan sebelumnya.

Akhirnya, dengan kekeliruan sangat fatal itu banyak yang berharap
bahwa inilah saat yang paling tepat mengakhiri sikap rudukh Otorita
Palestina terhadap penjajah Israel, hingga pada pemilu mendatang
rakyat menentukan kembali pimpinan baru negeri satu-satunya yang masih
terjajah di muka bumi ini. Namun dengan kondisi dunia Arab dan Islam
yang masih lemah saat ini, alias masih berada di bawah ketiak AS,
harapan ini masih sebatas harapan.

[18 Syawal 1430 H/www.hidayatullah.com]

*)Penulis kolumnis www.hidayatullah.com. Sekarang berdomisili di Yaman


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: