Sabtu, 17 Oktober 2009

[daarut-tauhiid] Adab Menggunakan HP dalam Islam

 

Adab Menggunakan HP dalam Islam

Hidayatullah.com—Tak ada satu agama di dunia ini yang begitu
memperhatikan umatnya dalam masalah adab, etika, bahkan terhadap
hal-hal sekecil pun, kecuali agama Islam. Bahkan untuk berbicara dan
menelepon terhadap lawan bicara, para ulama telah menggariskan
beberapa landasan dan adab-adabnya.

Sesungguhnya pesawat telepon dengan segala kemudahannya telah memegang
peran yang sangat penting dan memberikan jasa yang besar berupa
penghematan banyak hal, baik waktu, biaya, dan transportasi.

Para ulama pun telah membahas masalah telepon ini beserta adab-adab
dalam menggunakan perangkat ini. Hal-hal apa saja yang perlu dijaga
dan penting untuk diperhatikan. Seorang di antaranya, Syaikh Dr. Bakar
Abu Zaid. Beliau menulis sebuah kitab berjudul "Adabul Hatif" (Adab
Menelepon) dengan sangat bagus, yang mendapat pujian.

Telepon genggam, ponsel (telepon seluler) atau HP (handphone)
sesungguhnya sama seperti telepon biasa. Hanya saja ponsel memiliki
beberapa fasilitas khusus yang tidak dimiliki telepon rumah biasa.

Salah satu yang membedakan adalah, ponsel lebih bersifat pribadi dan
hanya dipegang oleh satu orang tertentu (pemiliknya). Berbeda dengan
telepon rumah yang biasanya dipasang di tempat umum, misalnya rumah
atau kantor.

Tidak disangkal, ponsel merupakan suatu anugerah yang besar. Sehingga
dengan ponsel itu, seseorang bisa menyelesaikan banyak urusannya
secara lebih cepat dan lebih mudah. Tetapi perlu diperhatikan pula
adanya hal-hal yang bisa menyebabkan hilangnya nikmat syukur pada
anugerah besar ini.

Ada beberapa catatan penting agar penggunaan piranti ini lebih bijak
dan berhati-hati, sehingga penggunaan piranti ini benar-benar
memberikan manfaat seperti yang diharapkan, serta tidak menyebabkan
datangnya kemudharatan bagi si empunya.

Beberapa etika

Beberapa etika yang perlu diperhatikan dan dijaga berkaitan dengan
penggunaan media digital ini antara lain:

Pertama: Menyingkat pembicaraan. Percakapan melalui media telepon
hendaknya dilakukan sesingkat mungkin untuk menghindari pemborosan
uang/pulsa jika tidak ada keperluan mendesak, dan guna tidak
mengganggu lawan bicara dengan pembicaraan yang panjang. Maka
disarankan bagi seseorang yang menelepon untuk menyingkat
pembicaraannya ketika menanyakan suatu hal, menghindari pembicaraan
yang terlalu lama berbasa-basi.

Hendaknya dia menahan diri untuk tidak terlalu sering menelepon tanpa
keperluan yang benar-benar penting. Juga jangan suka mengumbar
kata-kata saat menelepon. Karena ada sebagian orang yang betah
berlama-lama saat menelepon hingga berjam-jam.

Dalam kitabnya Adabul Hatif, Al-Allamah Syaikh Bakar Abu Zaid berkata,
"Hindarilah berlebihan dalam berbicara melalui telepon, sehingga
menjadikanmu kecanduan menelepon. Mengingat banyak orang yang telah
terjangkit penyakit ini. Sejak bangun tidur, ia sudah menyibukkan diri
dengan menelepon dari rumah satu ke rumah yang lain, dan dari satu
kantor ke kantor lainnya, sekedar mencari kepuasan belaka dan
mengganggu orang lain. Terhadap orang seperti mereka ini, kita hanya
bisa berdoa dan menasihatkan agar mereka segera berhenti dari
kebiasaan buruknya yang berlebihan (dalam mengumbar kata) itu".
(Adabul Hatif: 32-33).

Kedua, Tidak menyusahkan penerima telepon. Misalnya menelepon orang
dan mengujinya dengan pertanyaan: "Apakah kamu mengenalku?" Ketika
dijawab "Tidak", malah mencela dan menyalahkannya karena sudah tidak
mengenalnya lagi atau karena tidak menyimpan nomor ponselnya. Padahal
si penerima kadang lebih tua darinya, lebih alim atau terpandang.
Mungkin dia memang tidak bisa menyimpan nomornya di ponsel atau
disebabkan kapasitas ponsel yang penuh dan tidak mampu menampung nomor
lebih banyak.

Maka selayaknya si peneleponlah yang harus memperkenalkan diri di awal
pembicaraan jika memang ingin dikenali. Hindarilah cara menelepon yang
menyusahkan tersebut.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, berkata: َأتَيْتُ النَِّبيَّ
َفدَعَوْتُ، َفَقا َ ل النَِّبيُّ مَنْ هَ َ ذا؟ َفُقْلتُ: َأنَا،
َفخَرَجَ وَهُوَ يَُقوْ ُ ل َأنَا َأنَا

Aku datang kepada Nabi, lalu aku memanggil beliau. Beliau bertanya:
Siapa?" Maka aku jawab: "Saya". Beliau keluar sambil berkata: "Saya…
saya…" (menunjukkan beliau tidak suka dengan jawaban "saya" tersebut).
(HR. Bukhari: 6250 dan Muslim 2155).

Ketiga: Menjaga perasaan penerima telepon dan tidak membuatnya
tersinggung. Mungkin dia sedang sakit atau sedang di tempat yang tidak
layak untuk ngobrol, misalnya di masjid atau saat pemakaman. Atau
sedang berbicara di forum orang banyak yang dia tidak ingin memotong
pembicaraan mereka, dan sebagainya. Bila ternyata panggilan tidak
dijawab, atau dijawab dengan sangat singkat, maka hendaknya si
penelepon memaafkan dan memaklumi keadaannya. Serta tidak berburuk
sangka kepadanya. Dan bagi si penerima telepon hendaknya memberi tahu
keadaannya, atau menjawab dengan singkat pada saat ada kesempatan,
yang bisa dipahami oleh penelepon bahwa dia sedang berada di tempat
yang belum bisa bicara panjang lebar. Dengan begitu akan lebih
menenangkan hati dan jauh dari prasangka.

Keempat: Mematikan ponsel atau mengaktifkan tanpa nada (mode silent,
shamit, diam) saat memasuki masjid. Tujuannya agar tidak mengganggu
orang yang shalat dan mengurangi kekhusyu'an mereka. Jika terlupa
mematikan ponsel atau memasang mode silent, lalu tiba-tiba ada yang
menelepon, segeralah matikan atau hilangkan suaranya seketika itu
juga. Karena sebagian orang membiarkan ponselnya tetap berdering,
bahkan dengan nada musik yang mengganggu. Tidak dimatikan, tidak juga
diredam suaranya dengan alasan takut melakukan gerakan selain gerakan
shalat. Padahal perlu dia ketahui bahwa gerakannya mematikan ponsel
tersebut adalah untuk kekhusyu'an shalatnya, bahkan untuk jama'ah
lainnya secara umum.

Sebaliknya kita juga harus berlapang dada jika ada orang yang lupa
mematikan ponselnya. Tidak serta merta menegurnya dengan keras dan
memandangnya dengan sinis. Terutama jika dia orang yang mudah
tersinggung, atau mudah marah. Karena mungkin saja dia tidak sengaja
dan hanya lupa. Sehingga tidak seharusnya diperlakukan dengan
perlakuan yang menyakitkan.

Cukuplah bagi kita teladan yang baik pada diri Rasulullah ketika
beliau sangat berlemah lembut terhadap seorang Badui yang kencing di
masjid. Beliau memerintahkan untuk menyiram bekas air kencing itu
dengan setimba air.

Abu Hurairah berkata: "Seorang badui berdiri lalu kencing di masjid.
Seketika itu juga orang-orang yang hadir menghardiknya. Tapi Nabi
berkata pada mereka: "Biarkan dia selesai. Lalu siramlah kencingnya
dengan setimba air. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah,
bukan untuk mempersulit." (HR. Bukhari)

Kelima: Menghindari penggunaan nada dering lagu dan musik. Karena di
dalamnya terdapat larangan keharaman dan celaan terhadap akal orang
yang menggunakan nada lagu dan musik tersebut. Karena hal ini sangat
mengganggu, terlebih jika sampai dipergunakan dalam masjid atau
majlis-majlis umum.

Keenam: Tidak menggunakan ponsel pada saat berada di majelis ilmu atau
pada forum-forum besar secara umum. Karena hal itu bisa mengurangi
wibawa majelis dan mengganggu orang yang sedang menuntut ilmu.
Menyakiti perasaan pembicara yang sedang menyampaikan pelajaran atau
materi, dan menimbulkan cercaan terhadap pengguna ponsel tersebut.

Disarankan agar tidak menelepon atau menjawab telepon ketika sedang
berada dalam suatu pertemuan yang dipimpin oleh orang yang mulia,
diisi oleh pembicara tunggal, atau terdapat orang yang lebih tua dan
dimuliakan. Karena menelepon atau menjawab panggilan telepon pada saat
itu bisa memutuskan pembicaraan dan mengganggu konsentrasi hadirin.
Serta merusak etika berbicara dan bermajlis.

Abu Tammam berkata: "Siapakah yang engkau buat murka atau kau bodohi,
sedangkan ia membalasnya dengan kesabaran dan kearifan kau lihat dia
memperhatikan pembicaraan dengan sungguh-sungguh dan dengan sepenuh
hatinya padahal ia mungkin lebih memahaminya"

Menelepon atau menjawab telepon pada kondisi di atas dimaklumi apabila
memang darurat atau ada kebutuhan mendesak yang dikhawatirkan
hilangnya kesempatan setelah itu. Tentu dengan tetap menjaga agar
tidak memperpanjang percakapan. Dimaafkan juga bagi pemimpin majlis
atau orang tua untuk menelepon atau menjawab panggilan telepon. Begitu
pula pada pertemuan biasa dengan keluarga atau teman-teman, maka tidak
mengapa menerima atau menelepon.

Sangat bijaksana jika seseorang yang akan menelepon untuk minta izin
terlebih dulu dan keluar dari forum.

Ketujuh: Jangan merekam pembicaraan atau mengaktifkan suara luar di
tengah orang banyak tanpa sepengetahuan lawan bicara. Kadang hal itu
terjadi ketika seseorang menelepon salah seorang temannya atau
sebaliknya dia yang ditelepon, diam-diam dia merekam pembicaraan
tersebut. Atau memperdengarkan suaranya melalui speaker luar, padahal
di sekitarnya ada orang lain yang mendengar pembicaraan tersebut.
Perbuatan ini tentu tidak pantas dilakukan oleh orang yang berakal,
terutama jika pembicaraan itu adalah pembicaraan yang bersifat khusus
atau rahasia. Hal ini bisa menjadi bagian dari jenis khianat atau
bentuk adu domba. Lebih tidak pantas lagi jika lawan bicara adalah
orang yang berilmu, lalu dia merekam semua yang dibicarakannya tanpa
sepengetahuannya, kemudian dia sebarkan melalui media internet atau
dia tulis ulang dengan melakukan penambahan dan pengurangan.

Syaikh Bakar Abu Zaid, dalam kitabnya Adabul Hatif berkata, "Tidak
boleh bagi seorang muslim yang menjaga amanah dan tidak menyukai
bentuk khianat merekam pembicaraan orang lain tanpa sepengetahuan dan
seizinnya. Apapun bentuk pembicaraannya. Baik tentang agama maupun
masalah dunia. Seperti fatwa, diskusi ilmiah, kajian ekonomi, dan
sebagainya". (Adabul Hatif: 28)

Beliau melanjutkan, "Apabila engkau merekam pembicaraannya tanpa izin
dan pengetahuannya, maka itu termasuk makar, muslihat, dan
pengkhianatan terhadap amanah. Apabila engkau menyebarkan rekaman
tersebut kepada orang lain maka lebih besar lagi khianatnya.

Lebih-lebih jika engkau mengedit, merubah pembicaraannya dengan
mengurangi, dengan mendahulukan atau mengakhirkan atau bentuk bentuk
lain dari bentuk penambahan atau pengurangan, maka engkau telah
melakukan kesalahan yang bertingkat-tingkat dan engkau terjatuh pada
pengkhianatan yang sangat besar dan tidak bisa ditolerir.

Kesimpulannya, perbuatan merekam pembicaraan orang lain, baik melalui
telepon atau media lainnya, jika tanpa sepengetahuan dan seizin orang
tersebut, maka tindakan tersebut adalah tindakan maksiat, khianat, dan
mengurangi keadilan seseorang. Tidak ada yang melakukannya kecuali
orang yang dangkal ilmu agamanya, akhlak, dan etikanya. Terlebih jika
pengkhianatannya bertingkat sebagaimana telah dijelaskan di atas. Maka
bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah, jangan khianati amanah
yang kalian emban dan jangan khianati saudara kalian". (Adabul Hatif:
29-30).

Kedelapan: Menjaga sopan santun dalam menulis pesan singkat.
Kemampuan kirim-terima pesan singkat (SMS) memang merupakan salah satu
fitur yang digemari pada ponsel. Namun pengguna ponsel yang berakal
haruslah memperhatikan tatakrama dan aturan dalam ber-SMS. Hendaknya
dia menulis SMS dengan bahasa yang indah, mengandung pelajaran, kabar
gembira, pelipur duka atau menyenangkan. Bagus juga berisi pesan-pesan
yang mengandung hikmah, dzikir, nasehat, kata mutiara atau semacamnya.

Kesembilan: Meneliti kebenaran suatu pesan. Jika suatu pesan singkat
(SMS) mengandung suatu informasi, maka konfirmasikan dulu kebenarannya
sebelum mengirimnya. Jika berisi suatu berita, pastikan dulu bahwa
berita tersebut benar adanya. Karena mungkin berita itu akan
diteruskan ke orang lain. Pengirim mestinya paham bahwa pesannya bisa
saja berpindah tangan, dan tersebar kemana-mana. Bila pesan baik yang
dia kirimkan, dia akan mendapatkan manfaatnya. Namun jika pesan buruk
yang dia sebarkan, maka bersiaplah menuai akibatnya. Maka
perhatikanlah pesan yang akan dia kirimkan itu, akan mendatangkan
kebaikan ataukah justru berdampak buruk.

Hal-hal yang juga perlu diwaspadai adalah adanya kebiasaan menulis
nasehat melalui pesan singkat untuk melakukan amalan-amalan tertentu
tanpa memperhatikan hukumnya syar'i atau tidaknya.

Misalnya nasehat untuk melakukan puasa akhir tahun karena bertepatan
dengan hari Senin, mengkhususkan doa tertentu dengan kebaikan atau
keburukan seorang tertentu dan pada waktu tertentu, atau mengirim
pesan pada seseorang dan mengharuskannya meneruskan pesan tersebut ke
sepuluh orang lainya atau sejumlah orang tertentu. Hal seperti ini
tidak layak dilakukan. Karena hal itu bisa menjerumuskan seseorang ke
dalam hal-hal yang diada-adakan dan bid'ah.

Adapun saling menasehati agar mendoakan kaum muslimin, melaknat
musuh-musuh agama, memanfaatkan waktu dan tempat dengan kebaikan dan
semisalnya maka hal itu boleh. Tanpa mengkhususkan dengan doa
tertentu.

Kesepuluh: Hindari pesan-pesan SMS yang tidak baik. Misalnya
mengandung kata-kata jorok, celaan, gambar tak senonoh atau foto-foto
porno. Atau ucapan yang memiliki dua makna, baik dan buruk. Pada saat
awal membaca pesan tersebut yang ditangkap adalah makna buruk, namun
setelah diamati dengan seksama diketahui bahwa maknanya adalah baik.
Atau kalimat yang diputus dengan spasi cukup panjang sehingga lanjutan
kalimat tersebut baru terbaca setelah menekan tombol ponsel. Semua itu
menunjukkan perilaku dan etika yang buruk.

Al-Mawardi berkata: "Dan yang termasuk perkataan buruk, yang wajib
dijauhi dan musti dihindari adalah kata-kata yang bertolak belakang.
Mulanya dipahami sebagai kata-kata buruk. Lalu setelah diteliti dan
dipahami dengan benar ternyata bermakna baik". (Adabud Dunya Wad Dien:
284).

Dilarang pula bercanda dengan berlebihan. Atau menggunakan
kalimat-kalimat cinta, terutama terhadap wanita. Karena wanita sangat
suka dipuji dan mudah tergoda rayuan. Ucapan lainnya yang juga
dilarang adalah yang mengandung celaan, fitnah dan lainnya. Semua hal
tersebut dilarang karena menyelisihi syar'i, merusak adab, dan bisa
menghilangkan syukur terhadap nikmat pada perangkat ponsel ini.
Demikianlah berapa petunjuk dan peringatan penting seputar ponsel
berikut etika-etika yang harus dilakukan dan kebiasaan-kebiasaan buruk
yang harus dihilangkan. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepada nabi kita Muhammad SAW, seluruh keluarga, serta sahabatnya.

[Diambil dari Al Jawaalul Adaab Wa Tanbihaat atau Adabul Hatif (adab
menelepon) karangan Muhammad bin Ibrahim Al‐Hamd Terjemah dari
Islamhouse.com. Editor : Abu Ziyad Eko Haryanto]

http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9328:adab-menggunakan-hp-dalam-islam-&catid=110:gaya-hidup-muslim&Itemid=97

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
New business?

Get new customers.

List your web site

in Yahoo! Search.

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

Y! Groups blog

The place to go

to stay informed

on Groups news!

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: