Selasa, 15 Desember 2009

[daarut-tauhiid] Fwd: Mantan Sekertaris M. Natsir Berpulang ke Rahmatullah

Abdul Wahid Kadungga:

Mujahid Lintas Negara itu Tutup Usia

JAKARTA
(voa-islam.com) - Abdul Wahid Kadungga. Para aktivis Islam
sudah tidak asing dengan nama ini. Kadungga juga kesohor di mata musuh-musuh
Islam, baik di Indonesia maupun mancanegara.

Kadungga adalah menantu almarhum Kahar
Mudzakkar, Panglima Hisbullah Makassar dan pemimpin Darul Islam/Tentara
Islam
Indonesia.

Semasa hidupnya, Kadungga tercatat sebagai
salah seorang pentolah demonstran angkatan '66. Ketika memimpin PII,
gelombang
aksi menentang kekuasaan Soekarno untuk menumbangkan Orde Lama bergolak.
Padatnya
aktivitas di dunia pergerakan, membuat Kadungga tidak sempat menyelesaikan
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).

Pria asal Masamba, Luwu Utara ini sempat
disebut-sebut sebagai petinggi Jamaah Islamiyah (JI) karena ia dekat dengan
Abu
Bakar Ba'asyir saat masih di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 1985. Saat itu,
Kadungga baru datang dari Belanda sementara Ba'asyir baru melarikan diri
dari
Indonesia.

Sabtu sore kemarin (12/12/2009) pukul
16.40 WIB, pendiri "Young Muslim in Europe" ini berpulang ke
rahmatullah di Rumah Sakit Darma Nugraha, Rawamangun, Jakarta Timur.
Innalillahi
wainna ilaihi roji'un...

Nama Kadungga begitu akrab bagi media
antiislam, sehingga ia sering jadi target pembentukan opini. Sebut saja
Sydney
Morning Herald. Harian terkemuka di Australia ini Kadungga sebagai sosok
yang misterius bahkan punya hubungan langsung dengan Usmah bin Ladin. "Ia
tinggal di Belanda, tapi bisa dengan mudah berbicara via telepon dengan
petinggi PAS (Partai Agama Se-Malaysia) di Malaysia. Tak lama kemudian, ia
bisa
berbicara langsung dengan Usamah bin Ladin yang berada di pedalaman
Afghanistan,' tulis Sydney Morning Herald.

...harian terkemuka di
Australia menyebut Kadungga sebagai sosok yang misterius bahkan punya
hubungan
langsung dengan Usmah bin Ladin, yang bisa dengan mudah berbicara via
telepon
dengan petinggi PAS di Malaysia...

Beda lagi komentar International Crisis
Center (ICG) lewat mulut koordinatornya, Sidney Jones. Lembaga yang berbasis
di
Brussel ini menuding profil yang satu ini sebagai penghubung internasional
Jamaah Islamiyah. Lembaga yang disebut-sebut banyak pihak sebagai
kepanjangan
tangan intelijen ini mencatat namanya dibanyak medan konflik di seluruh
dunia.

"Dia ada di Chechnya, Dagestan, Bosnia,
Afghanistan, Indonesia... ." Pendeknya, ia adalah orang penting dalam
hubungan
antargerakan Islam radikal di seluruh dunia, kira-kira begitu yang hendak
disimpulkan oleh ICG.

Tapi ustadz yang ramah dan murah senyum
ini tak menolak apapun yang dikatakan oleh Sidney Jones. "Dalam arti yang
positif saya memang penghubung gerakan dakwah internasional. Saya bergerak
dalam kebaikan, insya Allah. Tidak ada teror, tidak ada bom dan tidak pula
kekerasan," ungkapnya.

Meski darah biru sultan-sultan Bugis
mengalir dalam tubuhnya, tapi ia terpaksa mengantongi kewarganegaraan
Belanda.
Sejarah politik dan kekuatan Orde Baru yang membuatnya memilih jalan pahit
itu,
meski hati kecilnya tidak mau jadi "Belanda hitam."

Kadungga menjadi salah satu musuh politik
Orde Baru karena perjuangan dan dakwahnya bersama-sama M Natsir dan aktivis
Dewan Dakwah lainnya. Ia pernah diinterograsi oleh seorang kolonel, namanya
Utomo. Kolonel ini menuding Kadungga dan orang-orang Dewan Dakwah sebagai
tokoh
dan pemikir negara Islam di Indonesia.

Kadungga menjadi salah satu
musuh politik Orde Baru karena perjuangan dan dakwahnya bersama-sama M
Natsir...

Ihwal Kadungga aktif dalam dunia dakwah
ketika usianya menginjak 13 tahun. Seusai tamat Sekolah Rakyat, orang tuanya
mengirim Kadungga ke Makassar untuk bersekolah di Sekolah Menengah Islam. Di
sekolah ini ia terkaget-kaget. Belum lagi setahun, ia sudah mengenal Mr
Prawoto
yang diundang untuk berceramah di sekolahnya. Lalu ada pula Mohamad Roem dan
tokoh-tokoh besar zaman itu.

Di sekolah ini pula Kadungga untuk pertama
kali berkenalan dengan organisasi yakni Pelajar Islam Indonesia (PII). Ia
aktif
berorganisasi dan menarik pelajaran yang luar biasa. Di sekolah ini ia
merintis
karir organisasinya sebagai Ketua Ranting PII. Setamat dari Sekolah Menengas
Islam ia meneruskan pendidikan ke SMEA Negeri Makassar. Sekolah yang
dimasukinya ternyata tidak sama dengan sekolah sebelumnya.

Di SMEA Negeri Makassar, organisasi siswa
yang berkembang bukanlah PII melainkan Gerakan Siswa Nasionalis Indonesia
(GSNI). Karenanya, Kadungga bersama teman-teman berjuang keras untuk
mengubah
sekolahnya menjadi salah satu motor PII di Makassar, dan akhirnya berhasil.
Naiklah
Kadungga menjadi Ketua PII di sekolah ini, didaulat teman-teman
seangkatannya.

Pada tahun 1962, ia berangkat ke Medan
mengikuti Kongres PII, dan kala itu ia sudah menjadi Pimpinan Cabang PII
Makassar.

Perkenalannya dengan dakwah dan politik
Islam kian kental setelah Kongres PII di Medan. Di PII inilah Kadungga
dikader
dengan baik. Konstelasi politik yang terus bergerak kala itu membuat PII
menjadi salah satu organisasi pemuda yang berperan signifikan. Karena pasca
pembubaran diri Masyumi, disusul dengan GPII, lalu HMI melunak sikapnya,
maka
tinggal PII saja yang terang-terangan menjadi musuh besar PKI.

Sebegai ilustrasi kerasnya konfrontasi PII
dan PKI yang dialami Kadungga adalah peristiwa perayaan HUT PKI yang ke-40.
PKI
membawa bendera, long march dari Bali ke Jakarta. Pada saat yang sama,
4 Mei PII juga berulang tahun. Kota Surabaya menjadi merah saat itu, semua
sudut ada tanda PKI. Mereka juga bikin menara dari bambu tinggi
sekali dengan gambar palu arit. Tapi malamnya, Kadungga dan kader-kader PII
bergerilya membersihkan semua atribut PKI.

Singkat cerita, aktivitas di PII
mengantarkannya berkenalan dengan Adam Malik bahkan bekerja sebagai staf
ahli
di kementerian luar negeri zaman itu. Tapi itu pun tak lama ia jalani.
Kadungga memutuskan untuk kembali menuntut
ilmu dan Pakistan menjadi negara tujuan. Tapi setelah bermukim beberapa
bulan di negera ini, aktivitas belajar belum
bisa ia lakukan. Sebab, kondisi politik dalam negeri Pakistan sedang ricuh
dan
berimbas pada lembaga-lembaga pendidikan.

Mendapat kenyataan seperti itu, Kadungga
mengalihkan pandangannya untuk belajar ke Eropa. Kini Belanda menjadi
tujuannya. Di Eropa darah mudanya yang meluap membuat ia terus merintis
jalan
dakwah. Bahkan sampai-sampai, ia berhasil mendirikan gerakan mahasiswa Islam
Indonesia yang bersaing ketat dengan organisasi mahasiswa Indonesia di
Eropa.
Tak hanya itu, ia juga berhasil mendirikan Young Muslim Asociation in Europe
sebuah wadah yang menampung pemuda-pemuda Muslim di Eropa.

Setelah malang melintang akhirnya Kadungga
kembali ke Indonesia. Saat kembali, salah satu kegiatannya adalah bekerja
untuk
dakwah di Dewan Dakwah Islam Indonesia. Kadungga yang sempat menjadi
sekretaris
pribadi M. Natsir ini memang punya sejarah unik. Tak lama ketika di
Indonesia,
pemerintahan Orde Baru dengan kegiatan intelijennya yang mencengkeram
menjadikan Dewan Dakwah sebagai salah satu musuh utama. Kadungga tak luput
dari
itu semua.

...Dalam penangkapan yang
diotaki Ali Moertopo, Kadungga bersama teman-temannya yang lain ditangkap di
Bogor. Para aktivis disiksa habis-habisan dalam penangkapan ini...

Menjelang Sidang Umum MPR pada tahun 1974
terjadi penangkapan dan penculikan massal atas aktivis Islam. Menurut
Kadungga,
otak tragedi ini adalah Ali Moertopo. Kadungga bersama teman-temannya yang
lain
ditangkap di Bogor. Para aktivis disiksa habis-habisan dalam penangkapan
ini. Ada
yang disiram air kencing, ada yang dipukuli bahkan sampai ada yang trauma.
Untuk menguatkan perjuangan, Kadungga memberikan taushiyah kepada
teman-temannya untuk meningkatkan kesabaran dan tawakal, karena Allah selalu
bersama mereka.

Waktu berlalu, akhirnya penahanan
dilonggarkan. Mereka hanya
dikenai tahanan kota dan wajib lapor sepekan sekali. Di saat itulah Kadungga
memutuskan untuk berangkat ke Belanda dan mencari suaka politik atas
perlakuan
Orde Baru terhadap dirinya. Dalam kurun waktu itu pula secara semena-mena
pemerintahan Orde Baru mencabut paspornya sebagai bukti warga negara.
Padahal
pencabutan paspor itu harus melalui pengadilan. Kadungga tidak pernah
diadili
maupun ditanya, langsung saja dicabut paspornya.

Saat di Eropa untuk kedua kalinya ini,
panggilan jihad terdengar dari Afghanistan. Kadungga terhitung orang
Indonesia
pertama yang datang dari Eropa untuk masuk ke Afghanistan. Di medan jihad
itulah Kadungga begitu takjub, berjuang bersama-sama dengan pemuda-pemuda
Islam
dari seluruh dunia.

...panggilan jihad terdengar
dari Afghanistan. Abdul Wahid Kadungga terhitung orang Indonesia pertama
yang
datang dari Eropa untuk masuk ke Afghanistan. Jejak perjalanannya di
Afghanistan itu
menjadi ujian baru untuk Kadungga. Ia dituduh terlibat sebagai kaki tangan
gerakan al Qaidah...

Jejak-jejak perjalanannya di Afghanistan
pula kini menjadi ujian baru untuk Kadungga. Ia dituduh terlibat sebagai
kaki
tangan gerakan al Qaidah. Ia juga menyandang julukan penghubung
internasional
Jamaah Islamiyah. Tapi apakah itu semua membuatnya surut dari jalan dakwah?

Tidak. Kadungga begitu yakin atas takdir Allah. "Tidak ada satu daun pun
yang
jatuh dari pohon tanpa kehendak Allah. Begitu juga dengan diri saya, tidak
seorang pun, bahkan Amerika, yang bisa
menyentuh kita tanpa takdir Allah," tegasnya. Karena itu langkah kaki tak
bisa
mundur meski setapak dari jalan dakwah.

Karena itu pula, Abdul Wahid Kadungga,
meski perawakannya kecil, namanya begitu besar sampai-sampai puluhan
intelijen
dikerahkan saat ia datang dari Malaysia ke Kalimantan. Sampai-sampai,
Amerika
sendiri merasa harus melekatkan pandangannya terus menerus pada ustadz yang
satu ini. Tapi Kadungga mengatakan, ia tidak akan tunduk apalagi menyerah,
karena memang ia tak pernah bersalah. "Apalagi yang saya takuti hanya Allah
semata," tandasnya.

Kisah
Mujahid Mungil Melawan Raksasa Media

Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba raksasa koran Indonesia, Kompas
menurunkan berita, Abdul Wahid Kadungga termasuk dalam jajaran teroris
pelaku
bom Bali I, pada tanggal 23/11/2005. Dalam berita berjudul "Noordin M Top,
Target Utama Penangkapan" yang dilengkapi dengan grafis sebagian pelaku
teror
bom, nama Abdul Wahid Kadungga tertulis dengan jelas pada sub judul "Bom
Bali
2002" bersama nama-nama Amrozi cs. Sejak itu, nama Kadungga menghiasi media
massa nasional maupun internasional selama sepekan hingga tanggal 7 Januari
2005.

Dengan sebutan sebagai pelaku Bom Bali, ia kerap dikejar-kejar oleh
Detasemen Antiteror 88. Takutkah Kadungga terhadap raksasa Kompas? Ternyata
tidak! Aktivis Islam bertubuh mungil yang dikenal tegas dan keras ini
berontak
dan melawan. Kadungga berang, karena pencantuman namanya adalah fitnah.

Tidak sedikitpun Kadungga merasa gentar menghadapi Kompas yang merupakan
raksasa media di tanah air. "Saya hanya takut kepada Allah. Di depan Allah,
Kompas itu kecil," katanya mengingatkan.

Suatu gejala baru muncul, seorang yang dituduh teroris malah melawan.
Selama ini umat Islam terkesan bersikap defensif menghadapi berbagai
pemberitaan maupun opini publik yang menyudutkan. Tidak demikian dengan
seorang
Kadungga.

Selain memberi pelajaran kepada Kompas, Kadungga bermaksud menyadarkan umat
Islam bahwa saat ini umat Islam jadi korban fitnah. Dan teror di belakang
semua
ini adalah Amerika Serikat dan Yahudi, zionis internasional.

Kadungga bermaksud menyadarkan umat Islam bahwa saat ini
umat Islam jadi korban fitnah. Dan teror di belakang semua ini adalah
Amerika
Serikat dan Yahudisekarang adalah era kebangkitan Islam. Ketakutan Amerika
dan
orang-orang kafir adalah merupakan abad kebangkitan Islam, dan inilah yang
ingin mereka redam...

Menurut Kadungga, sekarang adalah era kebangkitan Islam. Ketakutan Amerika
dan orang-orang kafir adalah merupakan abad kebangkitan Islam, dan inilah
yang
ingin mereka redam. Semakin ditindas, maka umat Islam harus semakin bangkit.
Umat Islam Indonesia bangkit melawan.

Walhasil, raksasa media yang bernama Kompas pun ketakutan dan buru-buru
meralat pemberitaan itu sepekan kemudian, pada edisi 03/12/2005 dengan
alasan
terdapat kesalahan data yang sangat mengganggu. "…atas kesalahan tersebut,
Kompas menyampaikan permohonan maaf," demikian ralat Kompas.

Meski Kompas sudah meralat, hal itu tidak mengurangi tekad Kadungga untuk
memberi pelajaran. Menurut aktivis bertubuh kecil namun bernyali raksasa
ini,
Kompas menyebut namanya dalam daftar teroris adalah by design. Oleh sebab
itu, ketika Kompas menyebut
pencantuman namanya sebagai sebuah kekeliruan, Kadungga menolak
mentah-mentah,
karena koran itu mengenal siapa dirinya.

Terakhir kali penulis bertemu
almarhum di Masjid Al-Furqan Jakarta, hari kamis tepat satu hari sebelum
Idul
Adha dua pekan lalu. Malam itu almarhum bertindak sebagai imam shalat isya,
sedangkan penulis berdiri menjadi makmum di shaff kedua. Tak disangka,
shalat
jamaah itu adalah pertemuan "pamit-pisah" penulis dengan almarhum.

Sang mujahid lintas negara itu
telah menutup lembaran amalnya. Semoga semangat jihad dan istiqamahnya di
jalan Allah, mengilmami perjuagan
kita semua. Mudah-mudahan kita dipertemukan Allah di surga-Nya. Amin. [MA.
Gani/voa-islam. com]


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: