Ingrid Mattson, Mengenal Islam Melalui Seni
Senin, 07 Desember 2009 pukul 17:42:00
Nama Ingrid Mattson sempat menjadi topik pembicaraan hangat di
berbagai media Barat ketika namanya masuk dalam daftar salah satu
tokoh yang diundang pada inaugurasi Barack Obama setelah kandidat
Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat itu menang dalam
pemilu.
Sebagaimana dilansir kantor berita Associated Press (AP), Mattson yang
menjabat presiden Komunitas Islam Amerika Utara (ISNA) merupakan salah
satu pemimpin agama yang akan berbicara pada acara doa yang digelar di
Cathedral Nasional di Washington DC sehari setelah pelantikan Obama
sebagai presiden AS ke-44. Undangan yang ditujukan kepada Mattson ini
menuai kontroversi publik Amerika. Sebab, yang bersangkutan dicurigai
jaksa federal terkait dengan jaringan teroris. Seperti diketahui, pada
Juli 2007, jaksa federal di Dallas, mengajukan tuntutan kepada ISNA
karena diduga memiliki jaringan dengan Hamas organisasi Islam di
Palestina yang dikelompokkan Pemerintah AS sebagai organisasi teroris.
Namun, baik Mattson maupun organisasinya tidak pernah dihukum. Jaksa
hanya menyatakan memiliki bukti-bukti dan kesaksian yang dapat
menghubungkan kelompok tersebut ke Hamas dan jaringan radikal lainnya.
Sebelumnya, Muslimah kelahiran Kanada tahun 1963 ini juga pernah
membuat kejutan dengan melakukan pertemuan dengan pejabat tinggi
Pentagon selama pemerintahan Bush. Dia juga hadir pada misa Konvensi
Nasional Partai Demokrat di Denver saat Obama mencalonkan diri sebagai
presiden.
Pemerintah AS dan ISNA sebenarnya memiliki hubungan kerja sama yang
baik. Kelompok tersebut memberikan latihan agama kepada Biro
Penyelidik Federal (FBI). Karen Hughes, orang kepercayaan Bush,
mengatakan bahwa Mattson sebagai pemimpin yang hebat dan panutan bagi
banyak orang. Mattson adalah seorang profesor studi Islam di Hartford
Seminary di Hartford, Connecticut.
Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang filsafat dari Universitas
Waterloo, Ontario, pada 1987. Sementara gelar PhD pada studi Islam ia
peroleh dari Universitas Chicago pada 1999. Penelitiannya mengenai
Hukum Islam dan Masyarakat. Selama kuliah di Chicago, ia banyak
terlibat pada kegiatan komunitas Muslim lokal.
Ia duduk dalam jajaran Direktur Universal School di Bridgeview dan
anggota komite Interfaith Committee of the Council of Islamic
Organizations of Greater Chicago. Mattson juga pernah menetap di
Pakistan dan bekerja sebagai pekerja sosial bagi pengungsi wanita
Afghanistan selama kurun waktu 1987-1988. Pada 1995, ia ditunjuk
sebagai penasihat bagi delegasi Afghanistan untuk PBB bagi Komisi yang
membidangi Status Perempuan.
Saat bekerja di kamp pengungsi di Pakistan inilah ia bertemu dengan
pria yang kini menjadi suaminya, Amer Aetak, seorang insinyur dari
Mesir. Dari pernikahan mereka, pasangan ini dikaruniai seorang anak
perempuan bernama Soumayya dan satu orang anak laki-laki bernama
Ubayda.
Meski saat ini banyak berkecimpung dalam kegiatan keagamaan dan
menjabat sebagai Presiden ISNA, sebuah organisasi berbasiskan
komunitas Muslim terbesar di AS, namun Mattson kecil tumbuh dan besar
dalam lingkungan Kristen di Kitchener, Ontario, Kanada. Ayahnya adalah
seorang pengacara pidana, sementara ibunya bekerja di rumah
membesarkan ketujuh anaknya.
Mattson berhenti pergi ke gereja pada usia 16 tahun dengan alasan
tidak bisa lagi percaya dengan apa yang diajarkan oleh gereja. Saat
menimba ilmu di Universitas Waterloo, ia mempelajari seni dan
filsafat, yang dinilainya menekankan kebebasan seseorang untuk
memilih.
''Setahun sebelum saya masuk Islam, saya banyak menghabiskan waktu
saya mencari dan melihat hal-hal yang berhubungan dengan seni. Saat
mengikuti pendidikan bidang filsafat dan seni rupa, saya duduk
berjam-jam dalam ruang kelas yang gelap untuk melihat dan mendengarkan
penjelasan profesor saya melalui infokus proyektor, beliau menjelaskan
tentang kehebatan hasil karya Seni Barat,'' paparnya seperti dikutip
dari situs whyislam.org.
Wajah Islam
Saat di Waterloo ini, ia sempat bekerja pada bagian Departemen Seni
Rupa, yang salah satu tugasnya mempersiapkan slide dan katalog seni.
Karenanya setiap kali masuk ke perpustakaan, menurut Mattson, ia
selalu mengumpulkan buku-buku seni sejarah. Dan untuk mendapatkan
bahan-bahan guna keperluan pembuatan katalog seni, ia terpaksa harus
pergi ke museum yang ada di Toronto, Montreal, dan Chicago.
Bahkan, ia harus merelakan masa liburan musim seminya dihabiskan di
dalam Museum Louvre yang berada di tengah Kota Paris. Saat berada di
Paris inilah untuk kali pertama dalam hidupnya Mattson berjumpa dengan
seorang Muslim. Ia menyebut momen tersebut sebagai 'the summer I met
Muslims'.
''Saya selalu terkenang akan peristiwa ini,'' ungkapnya. Apa yang
dicarinya selama ini, ungkap Mattson, hanya berkaitan dengan semua
karya seni yang tergambar dalam bentuk visual. Peradaban Barat memang
dikenal memiliki tradisi menggambarkan sesuatu dalam bentuk visual,
termasuk penggambaran mengenai keberadaan Tuhan.
''Kita banyak membuat kesalahan dengan berpikir bahwa melihat berarti
mengenali, dan semakin terekspose seseorang itu, maka semakin
pentinglah orang tersebut.'' Namun, akhir dari pencariannya tentang
seni telah membawa Mattson bertemu dengan dua orang seniman, laki-laki
dan perempuan, yang tidak membuat patung dan lukisan sensual tentang
Tuhan. ''Mereka telah mengenali Tuhan dengan cara yang berbeda,
menghargai pemimpin, dan menghargai hasil kerja seorang wanita.''
Gambaran mengenai Islam yang ia dapatkan dari kedua orang teman
barunya ini, membawa Mattson pada pengenalan wajah Islam yang semakin
baik. Ia menyatakan, peradaban Islam tidak menganut sistem
penggambaran sesuatu dalam bentuk visual di dalam mengingat dan Memuji
Tuhan dan menghargai seorang Nabi.
''Allah adalah sesuatu yang tersembunyi. Tersembunyi dalam pantulan
mata umat manusia. Tetapi, orang yang memiliki penglihatan dapat
mengenali Tuhannya dengan melihat, mempelajari pengaruh dari kekuatan
ciptaan-Nya.
melarang penggambaran terhadap semua Nabi Allah.
Umat Islam hanya menuliskan nama mereka dalam bentuk kaligrafi.
Kata-kata, tulisan, dan ucapan serta akhlak mulia dalam kehidupan
merupakan media utama bagi Muhammad di dalam menyebarkan pengaruhnya
ke seluruh umatnya. Dari sinilah kemudian Mattson mulai tertarik untuk
mempelajari keyakinan yang dianut oleh kedua temannya yang asal
Senegal ini.
Ia pun mulai menggali tentang ketuhanan dan kepribadian Muhammad
melalui Alquran terjemahan. Setelah banyak mempelajari lebih jauh
mengenai Islam dari Alquran, Mattson akhirnya menyadari dan yakin
adanya Allah. ''Pilihan-pilihan Anda mencerminkan siapa diri Anda.
Meski ada keterbatasan, tapi selalu tersedia kesempatan untuk memilih
yang terbaik,'' katanya.
Yang membuatnya semakin tertarik dengan Islam adalah semua umat
Muhammad tidak hanya mengikutinya dalam hal beribadah, tetapi juga di
dalam semua aspek kehidupan, mulai dari kebersihan diri sampai pada
cara bersikap terhadap anak-anak dan tetangga. Semua perbuatan,
perkataan, dan perilaku Nabi SAW inilah yang disebut dengan sunah.
Dan pengaruh Sunah Nabi Muhammad tersebut telah tergambar pada
kehidupan para orang tua, muda, kaya, miskin, yang menjadikannya
sebagai suri teladan bagi semua pengikutnya. ''Pertama kali saya
menyadari pengaruh fisik dari Sunah Nabi Muhammad pada generasi muda
Muslim adalah ketika suatu hari saya duduk di masjid, menyaksikan anak
saya yang berumur 9 tahun shalat di samping guru mengajinya. Ubayda
duduk di samping guru dari Arab Saudi yang dengan tekun dan lembut
mengajarinya sehingga membuatnya sangat respek dan hormat,'' tuturnya.
ed: sya
Islam itu Suka Berbagi
Perkenalan Ingrid Mattson tentang Islam makin berkembang saat ia
berkunjung ke sejumlah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.
Beberapa peristiwa yang dia temui di negaranegara tersebut, diakui
Mattson, makin mempertebal keyakinannya terhadap Islam. Lebih setahun,
dalam perjalanannya ke negara-negara Muslim ini ia menyaksikan
kesamaan keinginan untuk berbagi dan selalu saling memberi antara
sesama serta kesamaan keyakinan yang mendalam.
''Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga orang dan makanan untuk
tiga orang cukup untuk empat orang,'' jelasnya sambil mengutip hadis
Nabi SAW.
Salah satunya adalah ketika ia mengunjungi Kosovo. Selama serangan
Serbia ke Kosovo, banyak Muslim Albania yang menyediakan rumah mereka
untuk para peng ungsi. Bahkan, satu orang memasak setiap harinya untuk
20 orang dalam rumah yang sederhana.
Begitu juga ketika ia menikah di Pakistan. Sebagai pekerja sosial pada
kamp pengungsian, Mattson dan suami tidak memiliki cukup uang.
Sekembalinya dari pernikahan ke kamp pengungsian, para wanita
Afghanistan bertanya kepadanya tentang pakaian, perhiasan emas, cincin
kawin, dan kalung emas yang diberikan oleh suami kepadanya sebagai
mahar.
''Saya perlihatkan kepada mereka cincin emas sederhana dan saya
ceritakan tentang baju pengantin yang saya pinjam untuk menikah. Wajah
mereka langsung berubah menunjukan perasaan sedih dan simpati.
'' Seminggu setelah peristiwa itu, saat ia sedang duduk di depan tenda
kamp pengungsi yang berdebu, para wanita Afghanistan tersebut muncul
lagi. Mereka datang menemuinya dengan membawa celana biru cerah
terbuat dari satin dengan hiasan emas, sebuah baju berlengan merah
dengan warna-warni dan scarfwarna biru yang tampak serasi dengan
pakaian, sebagai hadiah per -nikahan.
''Semua yang saya lihat adalah hadiah pernikahan yang tak ternilai
bagi saya, bukan saja dukungan mereka, tetapi pelajaran keikhlasan dan
rasa empati yang mereka berikan yang merupakan buah yang sangat manis
dari sebuah keyakinan yang benar". dia/sya
http://www.republik
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar